REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Gedung Putih mengatakan dalam sambungan telepon Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison membahas bagaimana mereka dapat bekerja sama dalam menghadapi China. Kedua kepala negara itu juga membahas kudeta militer di Myanmar.
Ini sambungan telepon pertama Biden ke Morrison sejak ia dilantik pada bulan lalu. Sambungan telepon ini dilakukan saat hubungan Australia dan China memanas serta beberapa hari usai militer mengkudeta pemerintahan terpilih Myanmar dan menahan pemenang hadiah Nobel Aung San Suu Kyi.
"(Kekuatan aliansi Australia-AS) tetap menjadi jangkar stabilitas di Indo-Pasifik dan dunia," kata Gedung Putih dalam pernyataannya, Kamis (4/2).
Morrison menolak memberikan detail percakapannya dengan Biden mengenai China dan Myanmar. "Hari ini ia kembali mengatakan hubungan AS-Australia menjadi jangkar bagi perdamaian dan keamanan di kawasan kami," kata Morrison pada wartawan di Canberra.
Morrison menjadikan hubungan dengan AS sebagai mitra strategis Australia sebagai prioritas. Pasalnya hubungan Canberra dan mitra dagang terbesar mereka yakni China sedang memburuk.
Pemerintah AS yang baru menekankan mereka akan mendesak Morrison untuk turut menanggulangi isu perubahan iklim. Perdana Menteri itu enggan untuk mengikuti komitmen Biden untuk meraih nol emisi pada tahun 2050.
Namun Morrison mengatakan sambungan telepon itu 'hangat' dan 'menyenangkan'. Washington Post melaporkan mantan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull mengatakan sambungan telepon dengan mantan Presiden AS Donald Trump sebagai 'sambungan telepon yang paling buruk sejauh ini'.
Sambungan telepon itu sempat menegang setelah Turnbull menekan Trump untuk menghormati perjanjian antara Canberra dan Washington yang disepakati pemerintahan Barack Obama. Perjanjian itu mengharuskan AS menerima pengungsi yang tinggal di kamp pengungsian Australia.