REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbitan sukuk melalui platform layanan urun dana berbasis teknologi informasi atau Securities Crowdfunding (SCF) diharapkan bisa segera terlaksana pada tahun ini. Penerbitan belum bisa dilakukan karena terkendala izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Sekarang belum ada penyelenggara yang bisa menerbitkan sukuk karena saat ini belum ada platform yang mendapatkan perluasan izin untuk melakukan SCF," kata Ketua Umum Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI), Reza Avesena, Kamis (4/2).
Berdasarkan data dari OJK, hingga 31 Desember 2020, terdapat 16 calon penyelenggara telah mengajukan perizinan equity crowdfunding di OJK.
Sebelumnya, OJK sudah memberikan izin kepada perusahaan penyelenggara Equity Crowdfunding yakni Santara, Bizhare, Crowddana, dan LandX. Namun, untuk bisa menerbitkan obligasi ataupun sukuk, penyelenggara harus mendapat izin perluasan SCF. Hal tersebut seiring dengan diterbitkannya POJK 57/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi menggantikan POJK 37/2018 yang semula hanya mengatur layanan urun dana berbasis saham.
Sementara itu, baru ada tiga calon penyelenggara tengah mengikuti proses perizinan SCF. "Harapannya di kuartal I 2021, entah Februari atau Maret sudah ada yang bisa mendapatkan izin resmi untuk SCF," tutur Reza.
Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI Irwan Abdalloh mendukung agar penerbitan sukuk melalui SCF bisa segera terealisasi. Menurutnya, sukuk crowdfunding bisa menjadi salah satu alternatif pendanaan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Pasalnya, selama ini sumber permodalan UMKM hanya terbatas melalui perbankan. "Orang melihat ada ketimpangan antara pelaku UMKM untuk mencari pendanaan. Mereka merasa pendanaan hanya terbatas di perbankan saja," kata Irwan.