REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli sekaligus dokter spesialis penyakit dalam konsultasi alergi imunologi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Prof Iris Rengganis mengatakan antibodi para penyintas COVID-19 hanya bisa bertahan selama tiga hingga delapan bulan.
"Antibodi penyintas COVID-19 tidak akan bertahan lama, setelah itu akan menurun," kata Prof Iris Rengganis saat diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Kamis (4/2).
Saat ini para penyintas COVID-19 atau orang yang berhasil pulih dari penyakit tersebut memang belum menjadi prioritas pemerintah untuk mendapatkan vaksin. "Namun, setelah itu kita harapkan kelompok ini dapat divaksinasi. Sebab, antibodi alamiahnya sudah mulai turun," kata Ketua Tim Advokasi Pelaksanaan Vaksinasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) tersebut.
Secara umum, imunitas terbagi menjadi dua. Pertama, imunitas alamiah atau natural dan imunitas yang didapat.
Imunitas alamiah juga tergolong dua, yakni aktif dan pasif. Antibodi aktif terjadi setelah seseorang terinfeksi suatu penyakit dan memperoleh kekebalan. Sedangkan yang pasif terjadi dari ibu ke janin melalui plasenta.
Baca juga : Kemenkes: Belum Ada Vaksin Mandiri Covid-19
Selanjutnya imunitas yang didapat juga terbagi dua, yakni aktif dan pasif. Untuk aktif didapatkan atau terbentuk setelah pemberian vaksin. Perlu diketahui antibodi tidak serta merta langsung terbentuk pascadisuntik, karena membutuhkan waktu minimal 14 hingga 28 hari.
Imunitas yang didapat kategori pasif, merujuk kepada pemberian antibodi langsung. Dalam hal ini tubuh tidak perlu membentuk antibodi seperti yang aktif, misalnya plasma konvalesen.
Sementara itu, Juru Bicara Vaksin COVID-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan sasaran pemberian vaksin kepada 181,5 juta masyarakat untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity.
Terkait prioritas pemberian vaksin, Siti Nadia mengatakan akan merujuk kepada data-data epidemiologi, kajian Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) serta rekomendasi WHO.