REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaja meminta pelaku industri manufaktur mengoptimalkan pemanfaatan subsidi harga gas bumi sebesar 6 dolar AS per MMBTU. Sejak kebijakan subsidi harga gas industri diberikan, volume konsumsi gas sejumlah perusahaan manufaktur yang menuntut harga gas rendah tak banyak bertambah.
"Kalau industri manufaktur tidak efektif memanfaatkan stimulus, hal itu akan merugikan produsen gas dan pemerintah. Industri harus lebih inovatif agar produknya lebih kompetitif sehingga kenaikan produksinya dapat menggerakkan ekonomi nasional," kata Achmad di Jakarta, Kamis (4/2).
Menurut Achmad, inovasi sangat dibutuhkan mengingat di segmen-segmen tertentu kebutuhan produk mewah cukup tinggi. Contohnya industri keramik. Banyak hunian dan juga gedung-gedung yang sedang dan akan dibangun butuh keramik atau porselen yang berkualitas tinggi. Sayangnya, kebutuhan itu saat ini banyak dipenuhi oleh produk impor.
"Harusnya pelaku usaha dapat mengembangkan berbagai inovasi, sehingga kebijakan subsidi gas 6 dolar AS memberi dampak positif. Jika hanya mencari jalan efisiensi dan produktivitasnya tak bertambah, dampak subsidi itu tidak optimal," imbuhnya.
Pada tahun lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESSM) merilis Permen ESDM No 8/2020 yang mengatur pemberlakuan harga gas bumi sebesar 6 dolar AS per MMBTU di titik serah pengguna untuk tujuh sektor industri. Ketujuh sektor industri itu adalah industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Penetapan harga gas untuk sektor industri ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing pada ketujuh industri tersebut, sehingga akan memberikan efek berganda pada perekonomian nasional.
Oleh karena itu, Achmad berharap di tengah situasi pandemi saat ini, para pelaku usaha manufaktur tetap fokus mengembangkan usaha dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. Termasuk mengoptimalkan berbagai insentif yang telah diberikan oleh pemerintah.
"Jangan sampai insentif harga gas gagal memberikan nilai tambah terhadap ekonomi nasional. Pandemi memang menyulitkan, tapi semua pelaku usaha menghadapi situasi yang sama, makanya mesti kreatif dan inovatif," kata dia.
Menteri ESDM Arifin Tasrif pada Senin (4/5) mengatakan, akibat penetapan harga gas untuk 7 sektor industri menjadi 6 dolar AS per MMBTU, pemerintah bakal kehilangan bagian penerimaan negara hingga Rp 121,78 triliun. Namun, masih ada ruang keuntungan sebesar Rp 3,25 triliun dari selisih penghematan dan penerimaan negara.
Penghematan itu berasal dari konversi pembangkit diesel sektor kelistrikan sebesar Rp1 3,07 triliun, penurunan kompensasi bagi PLN sebesar Rp 74,25 triliun, serta pajak dan dividen industri dan pupuk sebesar Rp7,50 triliun. "Kemudian, penurunan subsidi untuk pupuk dan kelistrikan yang mencapai Rp 30,21 triliun," kata Arifin dalam rapat dengar pendapat virtual bersama Komisi VII DPR RI, Senin (4/5).
Bagi sektor swasta, dampak penurunan harga gas industri sudah dinikmati oleh sejumlah pelaku industri keramik. Produsen bahan bangunan Keramik PT Arwana Citra Mulia Tbk (ARNA), misalnya, hingga kuartal III 2020 meraih kenaikan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk hingga 38,31 persen menjadi Rp 221,50 miliar.