REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM - Swedia pada Kamis (4/2) mengumumkan akan mulai mengembangkan paspor vaksinasi Covid-19 digital untuk digunakan dalam perjalanan sebagai antisipasi musim liburan pada musim panas tahun ini. Pengumuman itu mengikuti langkah serupa oleh Denmark sehari sebelumnya.
Kedua negara Nordik tersebut mengatakan, sertifikat vaksin virus corona akan dirancang untuk memungkinkan warganya bepergian ke luar negeri. Kebijakan baru ini juga mengisyaratkan bahwa sertifikat itu berpotensi digunakan untuk memeriksa apakah seseorang sudah divaksinasi jika mereka menghadiri acara seperti olahraga atau acara budaya.
"Dengan sertifikat vaksin digital, akan cepat dan mudah untuk membuktikan vaksinasi lengkap," kata Menteri Pengembangan Digital Swedia, Anders Ygeman dalam sebuah pernyataan seperti dikutip laman Guardian, Jumat (5/2).
Pemerintah Swedia berharap memiliki infrastruktur untuk menerbitkan sertifikat digital pada Juni. Sehari sebelumnya, Denmark mengumumkan program yang sama.
Denmark mengatakan, pada awalnya pihak berwenang akan menerbitkan registrasi online yang dapat diakses untuk memeriksa status vaksinasi seseorang. Itu awalnya diharapkan sudah ada pada akhir Februari, sementara pengembangan solusi teknis jangka panjangnya masih berjalan.
Baca juga : Jack Ma Tidak Ditahan, Xi Jinping Hanya Kasih 'Pelajaran'
Pemerintah Denmark mengatakan akan menunda keputusan akhir tentang apakah "paspor korona" dapat digunakan untuk lebih dari sekadar tujuan perjalanan. Pihak pemerintah menunggu lebih banyak penelitian tentang apakah orang yang divaksinasi masih dapat menularkan virus atau tidak. Hal itu akan berkontribusi untuk pembukaan kembali Denmark secara bertahap dan sehat.
"Ini sangat penting, bagi kami untuk dapat memulai kembali masyarakat Denmark, bahwa perusahaan dapat kembali ke jalurnya," kata penjabat menteri keuangan, Morten Bodskov dalam sebuah pernyataan.
Kedua negara juga mengatakan bahwa upaya akan dilakukan untuk membuat sertifikat nasional sesuai dengan sertifikat internasional yang sedang dibahas di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan di tingkat UE. WHO telah melontarkan gagasan tentang sertifikat digital untuk vaksin sebelumnya, tetapi pada Januari pihaknya menentang penggunaan sertifikat digital sebagai persyaratan untuk bepergian.