REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Rizky Suryarandika
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko, disebut sudah menerima teguran dari Presiden Joko Widodo. Teguran terkait kabar keterlibatannnya dalam dugaan upaya kudeta kepemimpinan Partai Demokrat.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapillu) Partai Demokrat, Andi Arief, adalah pihak yang menyebut kalau Presiden sudah menegur Moeldoko. "KSP Moeldoko sudah ditegur Pak Jokowi. Mudah-mudahan, tidak mengulangi perbuatan tercela terhadap Partai Demokrat," cicit Andi lewat akun Twitter pribadinya yang sudah dikonfirmasi, Jumat (5/2).
Ia juga memaklumi, ada senior di Demokrat yang kecewa partai dipimpin oleh seorang yang masih tergolong muda. Menurutnya, itu adalah sisa feodalisme di partai berlambang bintang mercy itu.
"Buat beberapa senior partai yang kecewa dan kurang legowo dipimpin generasi muda (AHY), kami maklumi. Itu sisa-sisa feodalisme, tugas partai untuk mendidik," ujar Andi.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, memandang, pejabat tinggi pemerintahan seharusnya tidak terlibat upaya penjatuhan partai mana pun. Firman mencermati manuver Moeldoko membuktikan lemahnya mentalitas untuk membangun partai politik (parpol) secara sungguh-sungguh. Ada pola yang cenderung memilih pembajakan parpol demi kepentingan individu.
"Tampaknya, punya syahwat politik. Tapi, caranya ini tidak elegan karena tunjukkan partai dianggap sekadar alat penguasa," kata Firman.
Baca juga : Demokrat: Moeldoko Klaim Didukung PKB-Nasdem di Pilpres 2024
Firman menangkap fenomena Moeldoko dan Demokrat sebagai bukti syahwat politik yang ingin disalurkan secara praktis. Moeldoko dianggap tak mau repot mengurus parpol.
"Mindset mereka sesederhana itu untuk melihat politik, demokrasi. Kondisi demokrasi kita begitu ya pilih yang instan (membajak parpol) ketimbang buat partai dan lakukan pembinaan," ucap Firman.
Firman merasa prihatin atas isu kudeta partai Demokrat. Ia menyarankan Moeldoko lebih baik membuat parpol sendiri, kemudian membinanya hingga bisa berkompetisi di pentas nasional.
Moeldoko bukan termasuk kader atau bahkan mantan kader Demokrat. Moeldoko tercatat pernah menjabat sebagai wakil ketua umum Dewan Pembina Partai Hanura. Ia mengundurkan diri pada 2018.
"Kalau dilihat dari gesturnya tidak terlalu ingin lelah membuat partai sejak awal, tapi langsung jadi atau membajak saja. Hal-hal kayak gini mencoreng kehidupan politik, demokrasi yang sebenarnya sudah jelek," ujar Firman.
Baca juga : Kudeta Demokrat, Andi Arief: Moeldoko Sudah Ditegur Jokowi
Moeldoko memang sudah tegas membantah terlibat dalam upaya kudeta kepimpinan Partai Demokrat. Namun, Moeldoko mengakui, bertemu dengan sejumlah kader dan eks kader partai yang identik dengan sosok Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
Firman pun mengkritisi kedekatan yang dijalani Moeldoko dengan Partai Demokrat. Menurutnya, kedekatan itu cenderung malah memengaruhi internal Demokrat. "Harusnya, sebagai pihak pemerintah lakukan pembinaan pada parpol beri saran, bukan malah memperkeruh suasana dengan terjun langsung di dalam partai itu atas nama perbaikan," kata Firman.
Firman memandang, hubungan Moeldoko dengan Demokrat tak pantas dilakukan jika mengarahkan pada hal-hal yang bersifat internal partai. Apalagi, jika Moeldoko membisiki Demokrat agar melaksakan Kongres Luar Biasa (KLB) yang menjadi jalan kudeta kekuasaan ke AHY.
"Sebetulnya tidak etis karena itu di luar posisinya sebagai elemen penguasa dan eksternal parpol. Apalagi, hingga mengarah ke KLB itu bahaya, padahal kita perlu parpol yang kuat bukan lemah," ujar Firman.
Sebelumnya, AHY mengatakan, ada upaya dari sejumlah pihak yang ingin menggulingkan posisinya dari ketum partai. Ia menyebut, gerakan politik itu disebut mendapat dukungan pejabat pemerintahan Presiden Jokowi. Belakangan, kader Demokrat menyebut, sosok tersebut adalah Moeldoko. AHY pun melayangkan surat ke Presiden Jokowi atas dugaan kudeta tersebut.
Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, mengatakan, Presiden telah menerima surat yang dikirimkan AHY. Namun, Pratikno mengungkapkan, Presiden Jokowi tidak akan membalas surat terkait isu kudeta kepemimpinan di Partai Demokrat.
Pratikno melanjutkan, apa yang terjadi di Partai Demokrat sudah diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai sehingga Presiden Jokowi tidak perlu membalas surat itu. "Karena itu adalah perihal dinamika internal partai, itu perihal rumah tangga internal Partai Demokrat yang semua sudah diatur di AD/ART Partai Demokrat, itu saja," ungkap Pratikno.