Jumat 05 Feb 2021 23:26 WIB

Ini Cara Generasi Milenal Lawan Radikalisme dan Ekstrimisme

Bambang sebut gempuran informasi negatif tentang radikalisme dapat merusak kebangsaan

Direktur Polhukam Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Bambang Gunawan
Foto: Istimewa
Direktur Polhukam Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Bambang Gunawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultural. Di tengah perbedaan banyak suku bangsa, Indonesia mengalami tantangan berat di era teknologi informasi. Salah satunya adalah isu radikalisme yang masih mewarnai jagat media sosial. Berdasarkan rilis yang diterima Jumat (5/2), Direktur Polhukam Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Bambang Gunawan mengatakan gempuran informasi negatif tentang radikalisme dapat merusak sendi-sendi kebangsaan.

“Jika kita tidak siap menghadapi banjir informasi, termasuk konten negatif tentang radikalisme, terorisme dan ekstrimisime, maka itu dapat mengancam keutuhan NKRI,” ujar Bambang dalam webinar terkait Peran Generasi Milenial dalam menangkal paham radikalisme, terorisme dan ekstrimisme yang diselenggarakan oleh Kominfo bekerjasama dengan BEM/DEMA Perguruan Tinggi Agama Islam Se-Indonesia di Jakarta, Kamis (4/2).

Lantaran ancaman yang nyata dari radikalisme tersebut, Kominfo mendorong agar generasi milenial melakukan berbagai kegiatan untuk melawan faham yang bertentangan dengan Pancasila tersebut. Tenaga Ahli Utama Kominfo Lathifa Al Anshori, ada delapan cara milenial dan gen z melawan radikalisme.

Say no to hoax, bekali diri dengan banyak referensi, jadilah anak muda yang kreatif dan inovatif dalam berkarya, aktif menyebarkan pesan damai, Open your mind, kuatkan literasi media, hindari kelompok intoleran dengan cara berkumpul  dengan orang-orang yang sukses serta terakhir implementasikan makna Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Latifa.

Sementara Deputi 7 Badan Intelijen Negara Wawan Hari Purwanto membeberkan sekitar 16 ribu aktivitas  jaringan terorisme ISIS menggunakan medsos untuk propaganda.  Sebanyak 160 grup di medsos digunakan untuk membangun jaringan. Dalam setiap hari ada 90 ribu konten ISIS di medsos.

“Ada juga perekrutan di medsos. Sebanyak 3.400 anak muda di seluruh dunia berhasil direkrut ISIS melalui medsos. Bahkan (melalui medsos) bisa berlangsung tanya jawab satu sama lain, ada juga yang memberikan tutorial perakitan bahan peledak lewat medsos,” bebernya.

Oleh karena karena itu, Wawan menegaskan radikalisme menjadi ancaman nyata bagi generasi muda di Indonesia. Menurutnya perlu ada sikap kritis dan kewaspadaan dari para orang tua jika melihat gelatan yang mencurigakan dari anak-anak yang terpapar doktrin radikalisme.

Peran strategis milenial dalam menangkal radikalisme menurutnya dengan cara memanfaatkan teknologi informasi untuk menyampaikan pesan-pesan perdamaian.

“Generasi milenal menjadi agent of change, menjadi pionir melawan radikalisme. Milenial harus aktif dalam kegiatan positif, aktif di organisasi kampus, bidang olahraga dan lainnya agar menjadi pribadi-pribadi yang berprestasi, sehingga dapat mengantisipasi dan mencegah masuknya paham radikalisme,” ujar Wawan lagi.

Di lain pihak, Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk menjelaskan konservatisme, fundamentalisme, ketertutupan pikiran (closed mind), intoleransi bisa menjadi bibit-bibit radikalisme.

“Radikalisme itu pintu ke terorisme. Trennya sekarang bahkan perempuan, ibu, anak dilibatkan dalam gerakan radikalisme. Anyone can be a terrorist. Mengembangkan pendidikan yang inklusif, terbuka, dan toleran adalah cara melawan gerakan terorisme sejak dini,” ujar Hamdi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement