Sabtu 06 Feb 2021 06:59 WIB

Gara-Gara Pandemi, Aktivitas Barter Meningkat di Dunia

Di seluruh dunia, orang telah beralih ke barter sebagai solusi bertahan saat pandemi.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Dwi Murdaningsih
Pedagang Pasar Legi Solo menukarkan barang dagangannya dengan sembako yang disediakan Komunitas Indo Barter di Solo, Jawa Tengah, Senin (16/11/2020). Kegiatan tukar menukar barang atau barter oleh Komunitas Indo Barter tersebut untuk membantu pedagang di Pasar Legi yang penghasilan usahanya menurut akibat pandemi COVID-19.
Foto: ANTARA/Maulana Surya
Pedagang Pasar Legi Solo menukarkan barang dagangannya dengan sembako yang disediakan Komunitas Indo Barter di Solo, Jawa Tengah, Senin (16/11/2020). Kegiatan tukar menukar barang atau barter oleh Komunitas Indo Barter tersebut untuk membantu pedagang di Pasar Legi yang penghasilan usahanya menurut akibat pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Perawat yang berbasis di London Marjorie Dunne bergabung dengan komunitas Barter Inggris Raya setelah menghabiskan lima hari di rumah sakit karena virus korona pada April 2020. Awalnya kelompok tersebut membantu Dunne menyingkirkan beberapa barang yang sudah tidak lagi dipakai. Namun, gaun dan DVD milik Dunne ditukar dengan kari, roti, dan kue. Itu sangat membantu Dunne.

Di seluruh dunia, orang telah beralih ke barter. Hal ini dilakukan untuk membantu komunitas lokal, menghemat uang, atau sekadar mencari bahan kue yang sulit ditemukan. Barter bisa menjadi solusi alternatif untuk bertahan di tengah Covid-19.

Baca Juga

Barter adalah solusi alami

Salah satu negara yang menginspirasi kelompok Dunne di London adalah Fiji. Fiji memiliki tradisi barter yang panjang dan dikenal sebagai veisa. Tradisi ini mulai berkembang di tengah Covid-19.

“Saya tahu uang akan sulit untuk diberikan dan bahkan lebih sulit didapat. Saya bertanya pada diri sendiri, apa yang terjadi jika tidak ada lagi uang? Barter adalah solusi alami,” kata Penggagas kelompok Barter for a Better Fiji, Marlene Dutta.

Anggota kelompok itu hanya di bawah 190 ribu orang atau lebih dari 20 persen populasi Fiji. Barang-barang yang biasa ditukar berupa biola untuk tas kulit atau donat untuk membuat batu bata. Namun, barang yang paling sering diminta adalah bahan makanan.

“Alasan utama mendirikan grup ini untuk menawarkan solusi bagi situasi ekonomi kita saat ini,” kata Dutta.

Pendapatan ekonomi Fiji yang bergantung pada sektor pariwisata sangat terpukul selama pandemi. Sekitar 100 ribu orang kehilangan pekerjaan. Kegiatan barter di Fiji telah memengaruhi sejumlah negara.

Misal, di Nevada, Amerika Serikat memiliki kelompok Barter yang digagas oleh Veronica Coon. “Saya mengundang semua teman saya dan itu berkembang begitu saja. Kami memiliki 1.000 orang dalam waktu kurang dari 24 jam,” kata Veronica Coon.

Sekarang, jumlah anggota sudah mencapai lebih dari 5.600 orang. Barang paling populer yang ditukar adalah bahan makanan barang yang sulit ditemukan, seperti tepung, ragi dan telur, serta tisu bayi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement