Sabtu 06 Feb 2021 10:03 WIB

Disperindag DIY Temukan 3 Pasar Muamalah di Kabupaten Bantul

Yanto Apriyanto menganggap dirham dan dinar keluaran Antam merupakan mata uang asing.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
 Pedagang menunjukan dirham di Pasar Muamalah, Kota Depok, Jawa Barat, Ahad (18/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pedagang menunjukan dirham di Pasar Muamalah, Kota Depok, Jawa Barat, Ahad (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menemukan pasar yang diduga memiliki jaringan dengan Pasar Muamalah di wilayahnya, tepatnya di Kabupaten Bantul.

"Sejauh ini di kabupaten lain belum ada kecuali di Kabupaten Bantul," kata Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag DIY, Yanto Apriyanto, saat dihubungi di Kota Yogyakarta, Jumat (5/1).

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul telah menutup tiga pasar di Bantul yang diduga jaringan Pasar Muamalah, karena transaksi pembayarannya menggunakan mata dirham (perak) dan dinar (emas). Ketiganya berlokasi di Kecamatan Sedayu, timur RSUD Panembahan Senopati Bantuldi Desa Trirenggo, dan di Jalan Parangtritis Km 4,3 Saman, Desa Bangunharjo, Sewon.

Yanto mengatakan, semenjak muncul kasus Pasar Muamalah yang didirikan Zaim Saidi di Jalan Raya Tanah Baru, Beji Depok, Jawa Barat, pihaknya Bank Indonesia dan Polda DIY berkoordinasi memantau jaringan pasar itu di DIY.

Para pedagang pasar di Jalan Parangtritis Bantul yang diduga berjejaring dengan Pasar Muamalah, kata dia, biasanya melakukan transaksi jual beli dengan menggunakan mata dirham dan dinar. Aktivitas pasar dilakukan setiap Ahad Legi. Sedangkan pada hari-hari biasa, pasar tetap menggunakan mata uang rupiah.

Menurut Yanto, pemerintah telah melakukan pendekatan dengan meminta pengelola pasar itu menghindari penggunaan mata uang asing dalam bertransaksi karena melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

"Kalau hanya untuk memberdayakan UMKM tidak masalah asal mata uangnya jangan mata uang asing. Silakan mengembangkan UMKM, tapi kalau menggunakan selain mata uang rupiah ya terpaksa kita melaksanakan tindakan," kata Yanto.

Polisi menetapkan Saidi sebagai tersangka atas pasal 9 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Sebagai pengelola pasar, Saidi menentukan harga beli koin dinar dan dirham keluaran PT Aneka Tambang (Antam), dengan ditambahkan 2,5 persen sebagai keuntungan. Dinar yang digunakan dalam transaksi di pasar tersebut berupa koin emas seberat 4,25 gram dan emas 22 karat, sedangkan dirham yang dipakai berupa koin perak murni seberat 2,975 gram.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement