REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Penasihat ekonomi pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi yang berasal dari Australia, Sean Turnell ikut ditahan. Senin (1/2) lalu Myanmar melakukan kudeta dengan menahan Suu Kyi dan politisi-politisi terpilih dari partai penguasa National League for Democracy (NLD).
"Saya pikir Anda akan segera mendengarnya, tapi saya ditahan, saya didakwa atas sesuatu, saya tidak yakin apa, saya baik-baik saja dan kuat dan sama sekali tidak bersalah," kata Turnell dalam pesan singkatnya pada kantor berita Reuters, Sabtu (6/2).
Militer Myanmar juga telah memblokir Twitter dan Instagram dengan alasan untuk meredam gejolak di masyarakat. Militer telah memblokir Facebook pada Kamis (4/2) lalu.
Salah satu penyedia internet utama Myanmar, Telenor, mengonfirmasi telah diperintahkan untuk menolak akses ke kedua situs tersebut. Pemblokiran tersebut akan berlangsung hingga waktu yang belum ditentukan.
Masyarakat Myanmar menggelar aksi pembangkangan sipil untuk memprotes penahanan para pemimpin yang dipilih secara demokratis. Banyak warga Myanmar menyaksikan kudeta 1 Februari secara langsung di Facebook.
Tiga hari kemudian, penyedia internet diperintahkan untuk memblokir platform tersebut karena alasan stabilitas. Belum ada penjelasan resmi atas pemblokiran Twitter dan Instagram.
Banyak kelompok masyarakat yang menyuarakan perlawanan mereka terhadap kudeta militer. Guru-guru Myanmar ikut mogok kerja untuk protes kudeta militer. Para guru ikut dalam kampanye mogok kerja atau menolak bekerja sama yang sudah dilakukan para dosen lebih dahulu.
Kampanye pembangkangan sipil dimulai para petugas medis yang menggelar aksinya satu hari usai militer merebut kekuasaan secara paksa. Lalu disusul kelompok-kelompok lainnya termasuk siswa, mahasiswa, organisasi pemuda dan pekerja baik pegawai negeri maupun swasta.
Sekelompok dosen dan guru berkumpul di depan Yangon University of Education. Mereka memakai ikat kepala warna merah sambil memegang spanduk unjuk rasa. "Kami tidak menginginkan kudeta militer yang merebut kekuasaan secara tidak sah dari pemerintah terpilih kami," kata seorang dosen Nwe Thazin Hlaing, Jumat (5/2).