REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gempa Bumi Magnitudo 6,2 mengguncang sebagian wilayah Sulawesi Barat pada 15 Januari 2021 lalu tepatnya di Kabupaten Majene dan Mamuju masih menyisakan banyak cerita pilu.
Para ibu hamil, lansia dan anak-anak tak bisa mendapatkan bantuan yang memadai di pengungsian. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rita Pranawati, menuturkan, kebutuhan perempuan dan anak menjadi sangat spesifik. Untuk itu, dibutuhkan data yang valid dalam mendistribusikan bantuan.
“Kebutuhan perempuan, situasi biologisnya membutuhkan kebutuhan khusus seperti menstruasi, hamil menyusui dan seterusnya. Data, suka atau tidak adalah faktor awal untuk pemenuhan hak mereka,” kata Rita dalam sebuah zoom meeting dengan tema Nasib Anak dan Perempuan Korban Bencana di Tengah Pandemi, Sabtu (6/2).
Dia mengatakan, hak dasar, dalam tanggap darurat bencana misalnya bantuan mi instan tidak bisa diberikan untuk balita. Begitu juga dengan ibu menyusui yang harus dipenuhi gizinya saat memiliki anak usia 0 hingga 2 tahun.
“Hak dasar, dalam tanggap darurat misalnya indomie itu kan nggak bisa untuk balita. 0-2 tahun, ibunya harus didukung agar asinya penuh meski dalam situasi tanggap darurat. Kebutuhan sandang, pangan, papan menjadi sangat fundamental untuk anak,” terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sulawesi Barat, Usman Suhuriah, menuturkan, apa yang menjadi kebutuhan perempuan dan anak-anak di pengungsian harus menjadi perhatian penting dalam melakukan mitigasi bencana ke depannya.
“Apa yang kita lihat jadi kebutuhan khusus perempuan, menjadi penting bagi kita apa yang sudah dikemukakan relawan sudah sedemikian adanya. Sulbar sebagai daerah bencana, bagaimana dia merancang kebijakan makro provinsi, dalam catatan bencana di Sulbar sudah banyak,” kata dia.