REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Barat (Jabar) Setiawan Wangsaatmaja menyatakan, pedagang di pasar akan menjadi sasaran prioritas vaksinasi Covid-19 setelah tenaga kesehatan (nakes). Pedagang di pasar menjadi prioritas karena kerap berinteraksi dengan banyak orang. Sehingga dikhawatirkan akan terjadi terpapar dan menularkan Covid-19 saat transaksi jual-beli berlangsung.
“Setelah tenaga Kesehatan, kita akan melakukan vaksinasi kepada para pedagang di pasar. Jadi mereka akan mendapatkan prioritas setelah SDM Kesehatan,” ujar Setiawan, akhir pekan ini.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jabar tersebut melaporkan, Jabar menargetkan 70 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 36,2 juta jiwa menjalani vaksinasi Covid-19. Vaksinasi Covid-19 pun ditargetkan selesai dalam waktu enam bulan dengan catatan suplai vaksin dari pemerintah pusat tidak terhambat.
“Dengan target enam bulan, kita sudah mendidik lebih kurang 9.000 vaksinator yang akan disebar di 1.094 puskesmas yang ada di Jabar,” katanya.
Menurut Setiawan, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk distribusi dan penyimpanan vaksin Covid-19. Sebab, pendistribusian dan penyimpanan vaksin membutuhkan penanganan khusus, seperti rantai dingin.
Saat ini, kata Setiawan, Pemerintah Provinsi Jabar berkejaran dengan tenggat waktu pelaksanaan vaksinasi dosis pertama. Dalam catatannya, ada 11.000 orang yang tertunda divaksin karena berbagai alasan seperti pernah terjangkit Covid-19, komorbid, hamil dan menyusui, tensi darah yang tinggi, serta sedang sakit.
“Namun kita targetkan, akhir Februari ini bisa selesai. Kita lakukan vaksinasi massal dengan menyiapkan beberapa tempat. Kita ingin vaksinasi cepat selesai sehingga masyarakat memiliki kekebalan. Dengan adanya herd immunity ini, maka perekonomian akan bisa kembali bergerak,” paparnya.
Ketua Harian Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Jabar Ipong Witono menyatakan, vaksinasi mau tidak mau harus berhasil karena berkorelasi dengan pemulihan ekonomi. “Tidak ada pemulihan ekonomi tanpa pemulihan krisis Kesehatan,” kata Ipong.
Menurut Ipong, krisis kesehatan telah menyebabkan krisis ekonomi yang akan menyebabkan krisis pangan dan krisis sosial. Oleh karena itu, pihaknya telah melangkah lebih jauh dengan melakukan gerakan urban farming untuk menjaga ketahanan pangan masyarakat.
“Kita terus mendorong upaya-upaya ketahanan pangan di masyarakat dengan menggalakkan urban farming dan lainnya. Sebab, kebutuhan pangan masyarakat harus tetap terpenuhi supaya tidak terjadi krisis sosial,” katanya.