Ahad 07 Feb 2021 11:39 WIB

Katib NU DKI: Buzzer dan Para Pendongeng Oportunis

Buzzer tak ubahnya para pendongeng pencari untung Abad Pertengahan

Buzzer tak ubahnya para pendongeng pencari untung Abad Pertengahan. Sebarkan kebaikan lewat media sosial. Ilustrasi
Foto: pixabay
Buzzer tak ubahnya para pendongeng pencari untung Abad Pertengahan. Sebarkan kebaikan lewat media sosial. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan buzzer-buzzer di media sosial mengundang keprihatinan sejumlah kalangan, salah satunya, dari Wakil Katib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DKI Jakarta, KH Taufik Damas Lc.

Berikut ini pernyataan lengkap Kiai Damas, begitu akrab disapa, yang juga alumni Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir itu, sebagaimana terkonfirmasi Republika.co.id, Ahad (7/2):   

Baca Juga

“Dulu, pada akhir-akhir masa sahabat, hadits-hadits diriwayatkan sedemikian gencar, hingga masyarakat tidak bisa memastikan antara hadits yang benar-benar dari Rasulullah dan hadits-hadits palsu. Terlebih, pada masa itu memang ada orang-orang yang “berprofesi’ sebagai al-qashash, tukang dongeng. 

Al-qashash ini adalah para pendulang untung oportunis yang dibayar untuk berorasi di tempat-tempat keramaian yang tujuannya adalah memuji-muji seseorang (politisi) yang membayarnya dan menjatuhkan lawan politiknya. Maka, mereka tidak segan membuat hadits-hadits palsu untuk mengangkat kemuliaan orang yang membayarnya. 

Kondisi seperti ini membuat gelisah Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Umar menjadi khalifah tidak lama, hanya dua tahun 137 hari. Dia menjabat dalam usia yang relatif muda yaitu 34 tahun (w 101 H). Dia dikenal sebagai khalifah yang sangat lurus dan bijak dalam berpikir. Kebijakan yang dia buat selalu berorientasi pada kemaslahatan masyarakat luas. 

Khalifah Umar sangat gelisah melihat perilaku para Al-qashash ini. Gara-gara mereka, banyak hadits-hadits palsu beredar di tengah masyarakkat. Jika dibiarkan, pasti akan menyesatkan masyarakat luas.  

Khalifah Umar berpikir keras untuk melindungi masyarakat dari hadits-hadits palsu. Dia lantas memanggil Abu Bakar Muhammad ibn Syihad az-Zuhri (51-124 H). Khalifah berdiskusi dengan Abu Bakar soal kegelisahannya. Abu Bakar kemudian diminta untuk menyusun kaidah-kaidah dasar untuk menyeleksi hadits-hadits yang beredar di tengah masyarakat.   

Abu Bakar mulai bekerja mengumpulkan banyak hadits yang beredar dan menganalisanya. Ia kemudian membuat kaidah-kaidah. Kaidah-kaidah inilah yang menjadi dasar-dasar ilmu hadits (musthalahul hadits) yang berfungsi untuk memastikan status matan dan sanad hadits: sahih, hasan, dhaif, atau palsu.   

Pada masa selanjutnya, ilmu hadits ini dikembangkan oleh para ulama hadits: Imam Muslim, Imam Bukhari, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban dengan berbagai karya mereka di bidang hadits dan ilmu hadits.  

Di zaman sekarang ini, profesi Al-qashash ini rasanya hampir sama dengan para buzzer. Betul, tidak?” 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement