REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UIA) Ujang Komarudin menilai perubahan sikap Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terhadap revisi Undang-undang Pemilu tidak bisa dihindari. Hal tersebut karena kedua partai itu bagian dari koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Jika pemerintah sudah nolak, maka mereka akan samina' wa 'athona, tak ada pilihan lain bagi Nasdem dan PKB selain untuk mengikuti Jokowi. Karena sudah terikat dengan perjanjian koalisi dengan Jokowi," kata Ujang kepada Republika, Ahad (7/2).
Ia mengatakan, langkah menolak pada bagian awal, kemudian setuju pada bagian akhir adalah langkah yang biasa diambil oleh partai-partai politik. Menurutnya, Nasdem dan PKB ingin nyaman bersama pemerintah.
"Karena jika melakukan revisi dan itu bersebrangan dengan keputusan pemerintah, akan menjadi lucu," ujarnya.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai perubahan sikap tersebut merupakan hal yang biasa. "Politik memang dinamis. Bisa berubah setiap saat tak terduga. Perubahan sikap NasDem dan PKB perkara biasa dalam pembahasan UU di DPR," kata Adi kepada Republika, Ahad (7/2).
Menurutnya, ada alasan substansi dan politis yang tidak diketahui publik terkait keputusan perubahan sikap kedua partai tersebut yang begitu cepat. Pada akhirnya, tarikan partai koalisi pendukung pemerintah versus parpol oposisi akan jadi pertimbangan akhir.
Selain itu Adi menilai isu reshuffle yang sempat berembus bukan jadi penyebab Nasdem dan PKB berubah haluan. Menurutnya, menteri dari Partai NasDem tidak bakal di-reshuffle.
"Harus diakui Nasdem partai yang paling loyal terhadal presiden. Pasti ada pertimbangan lain yang lebih penting. Entah itu apa," ujarnya.