REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) membuka penyelidikan dugaan kejahatan perang dalam konflik Israel-Palestina. Putusan itu disampaikan di ruang pra-sidang oleh tiga hakim ICC pada Jumat (5/2), untuk membuka penyelidikan kriminal terhadap Israel dan kelompok militan Palestina, termasuk Hamas dalam konflik yang terjadi pada 2014 hingga protes di perbatasan Gaza pada 2018, dan permukiman Israel di wilayah pendudukan.
Putusan yang disampaikan pada Jumat (5/2), membuka jalan bagi ICC untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang yang dilakukan dalam konflik Israel-Palestina pada 2014 di Jalur Gaza, yang dikepung oleh tentara Israel dan faksi bersenjata Palestina. Perang 50 Hari tersebut telah menghancurkan daerah kantong pantai dan menewaskan 2.251 warga Palestina yang sebagian besar adalah warga sipil. Sementara korban tewas di pihak Israel hanya 74 orang. Dugaan kejahatan perang ini telah menjadi subjek penyelidikan awal ICC selama lima tahun.
Jaksa ICC Fatou Bensouda pada Desember 2019 mengatakan, ada dasar yang masuk akal bahwa kejahatan perang telah dilakukan di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza. Dia menyebut, tentara Israel dan kelompok bersenjata Palestina seperti Hamas sebagai kemungkinan pelaku kejahatan perang. Dia meminta hakim memutuskan apakah situasinya berada di bawah yurisdiksi pengadilan, sebelum penyelidikan formal dibuka.
Putusan ICC membuka jalan bagi Bensouda menyelidiki dugaan kekejaman dalam konflik Israel-Palestina. Beberapa kelompok hak asasi Palestina memuji "keputusan penting" ICC dan menekankan, tindakan harus segera diambil untuk memastikan keadilan dan akuntabilitas bagi para korban Palestina.
"Sebuah langkah yang sangat penting untuk memastikan supremasi hukum, keputusan tersebut juga menandai langkah penting untuk mengakhiri impunitas, sekaligus memastikan martabat rakyat Palestina," ujar pernyataan bersama kelompok hak asasi manusia Al-Haq, Pusat Hak Asasi Manusia Al Mezan, Pusat Hak Asasi Manusia Palestina dan Asosiasi Al Dameer untuk Hak Asasi Manusia, dilansir Aljazirah, Ahad (7/2).
Gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) juga menyambut baik putusan ICC, dan menyerukan kepada IC untuk berhenti mengulur-ulur waktu, menahan tekanan dari Amerika Serikat, Israel dan negara-negara Barat. Sementara Perdana Menteri Otoritas Palestina Mohammed Shtayyeh memuji keputusan ICC sebagai "kemenangan untuk keadilan dan kemanusiaan" dan Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki menggambarkan putusan ICC sebagai "hari bersejarah".
Juru bicara Hamas Hazem Qassem menyambut baik keputusan ICC. Dia mengatakan, Hamas akan menghadapi penyelidikan yang dilakukan oleh ICC."Perlawanan Hamas dan perlawanan rakyat Palestina adalah sah dan konsisten dengan hukum Humaniter Internasional," ujar Qassem.