Senin 08 Feb 2021 11:41 WIB

Protes Mahasiswa Turki Jadi Tantangan Baru Erdogan

Survei mengungkap mayoritas responden menolak penunjukan rektor terkait politik.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Foto: Presidensi Turki via AP, Pool
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Selama sebulan terakhir, protes di Universitas Bogazici berubah menjadi tantangan baru bagi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Kemarahan mahasiswa terhadap rektor telah meluas ke arena internasional. Ini bisa membahayakan upaya Erdogan untuk membangun jembatan dengan pemerintahan baru di Washington DC dan memperbaiki hubungan dengan Uni Eropa.

Erdogan telah berusaha memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat setelah Presiden Joe Biden terpilih. Namun, kebrutalan polisi dan upaya pemerintah untuk menjelekkan para pengunjuk rasa dengan menyebut mereka “teroris” telah merusak janjinya akan reformasi peradilan dan demokrasi.

Menteri Dalam Negeri, Suleyman Soylu menyebut demonstran sebagai “penyimpangan LGBT” dalam sebuah cicitan pada Selasa. Menanggapi itu, Departemen Luar Negeri AS mengutuk retorika anti-LGBTQ dan menyuarakan keprihatinan atas penahanan para pengunjuk rasa.

Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun mengutuk komentar homofobia dan menyerukan agar para demonstran dibebaskan. Sementara itu, Erdogan mengecam para “pemuda LGBT” setelah pameran seni yang dipentaskan oleh para pengunjuk rasa termasuk gambar Ka'bah dan bendera LGBTQ.

Ratusan pengunjuk rasa telah ditangkap di universitas tersebut sejak 4 Januari, serta pada demonstrasi yang mendukung hak-hak mahasiswa dan LGBTQ di kota-kota seperti Ankara, Izmir, dan Bursa.

Jajak pendapat

Seperti dilansir Aljazirah, Senin (8/2), hasil jajak pendapat yang dirilis pada Rabu menunjukkan 69 persen orang Turki menentang penunjukan rektor universitas yang terkait secara politik. Penelitian MetroPoll menemukan lebih dari setengah pemilih partai yang berkuasa juga keberatan dengan penunjukan tersebut.

Sementara itu, Mazlum-Der, kelompok hak asasi manusia yang biasanya fokus pada isu-isu Muslim, mengutuk kekerasan polisi selama aksi protes.

Rektor baru Universitas Bogazici, Melih Bulu adalah mantan anggota Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK) Erdogan yang melamar menjadi calon pada pemilihan umum 2015. Namun, dia bukan anggota fakultas di Bogazici. Ini dianggap sebagai penyimpangan dari pengangkatan-pengangkatan sebelumnya. Hal itu dipandang sebagai penghinaan terhadap independensi akademik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement