REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- India meminta perusahaan media sosial Twitter untuk menutup 1.178 akun. Pada Senin (8/2), sumber dari Kementerian Teknologi India mengatakan New Delhi mengatakan akun-akun itu didukung Pakistan atau dikelola oleh simpatisan kelompok separatis Sikh.
Menurut salah satu sumber, banyak dari akun-akun itu yang membagikan dan menyebarkan informasi palsu atau konten provokatif mengenai unjuk rasa petani yang sedang berlangsung. Sumber tersebut menolak namanya disebutkan ke publik.
Sumber lainnya mengatakan Twitter belum memenuhi permintaan Pemerintah India yang disampaikan pada Jumat (5/2) lalu itu. Sebelumnya Perdana Menteri India Narendra Modi meminta petani untuk mengakhiri unjuk rasa yang telah berlangsung selama dua bulan.
Ia memastikan mekanisme batas harga minimum produk pertanian dipertahankan dalam reformasi pertanian. Petani India menuntut tiga undang-undang pertanian yang baru yang menurut mereka hanya merugikan petani dan menguntungkan perusahaan besar. Serta mengizinkan pemerintah untuk berhenti membeli produk pertanian dengan mekanisme batas harga minimum (minimum support price (MSP). "MSP masih ada, MSP masih, MSP masih tetap ada di masa depan," kata Modi anggota parlemen.
Pekan lalu Amerika Serikat (AS) mendesak pemerintah India untuk mengatasi perbedaan dengan para petani yang berunjuk rasa melalui dialog. Washington mengatakan unjuk rasa damai dan akses internet yang tak dibatasi 'ciri khas demokrasi yang berkembang'.
Puluhan ribu petani berkemah di pinggir ibukota New Delhi selama berbulan-bulan. Unjuk rasa yang dimulai sejak bulan November tahun lalu itu menjadi tantangan terbesar Modi. Ia selalu mengatakan undang-undang pertanian yang baru diperlukan untuk memodernisasi pertanian India.