Senin 08 Feb 2021 19:13 WIB

Hakim Vonis Pinangki 10 Tahun Penjara Denda Rp 600 Juta

Putusan hakim lebih berat dari tuntutan JPU empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Terpidana suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) atas nama Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terpidana suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) atas nama Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Pinangki Sirna Malasari divonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan. Dia karena terbukti menerima suap, melakukan pencucian uang, sekaligus melakukan pemufakatan jahat terkait perkara Djoko Tjandra.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan," kata ketua majelis hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (8/2).

Eko menyatakan, Pinangki Sirna Malasari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu subsider dan pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua. Selain itu, Pinangki terbukti melakukan permufakaatan jahat untuk melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan ketiga subsider.

Vonis tersebut lebih berat dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung yang meminta agar Pinangki divonis selama empat tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Tuntutan yang diajukan penuntut umum terlalu rendah sedangkan putusan dalam diri terdakwa ini dianggap adil dan tidak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat," kata Eko. Terdapat sejumlah hal memberatkan dalam perbuatan Pinangki.

"Hal yang memberatkan, terdakwa adalah seorang aparat penegak hukum dengan jabatan sebagai jaksa, perbuatan terdakwa membantu Djoko Tjandra menghindari putusan peninjauan kembali tertanggal 11 Juni 2009 adalah dalam perkara cessie Bank Bali sebesar Rp 904 miliar yang saat itu belum dijalani," kata Eko menambahkan.

Hal lain yang memberatkan adalah Pinangki dinilai tidak mendukung pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. "Terdakwa berbelit-belit, menyangkal dan menutup2-nutupi keterlibatan pihak lain dalam perkara a quo, tidak tidak mengakui perbuatannya dan sudah menikmati hasil pidana yang dilakukannya," ungkap hakim Eko.

Sedangkan hal yang meringankan hal meringankan adalah Pinangki bersikap sopan dalam persidangan, menjadi tulang punggung keluarga, punya anak kecil berusia empat tahun, dan belum pernah dihukum. Dalam kasus ini, Pinangki terbukti melakukan tiga dakwaan.

Pertama dakwaan kesatu subsider Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor; Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. Adapun dakwaan ketiga subsider Pasal 15 juncto Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Dalam dakwaan pertama, jaksa Pinangki dinilai terbukti menerima suap sebesar 500 ribu dolar AS dari terpidana kasus cessie Bank Bali, yaitu Djoko Tjandra. Dakwaan kedua adalah pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pinangki dinilai terbukti melakukan pencucian uang senilai 375.279 dolar AS.

Dakwaan ketiga adalah pasal 15 juncto pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pinangki dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya, Anita Kolopaking, dan Djoko Tjandra untuk menjanjikan uang sejumlah 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejakgung dan MA .

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement