Selasa 09 Feb 2021 20:16 WIB

Ustadz Maaher Meninggal, Novel: Aparat Jangan Keterlaluan

Novel Baswedan menanyakan alasan mengapa orang sakit dipaksakan ditahan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Soni Eranata alias Ustaz Maaher At-Thuwailibi.
Foto: Twitter/@UstadzMaaher
Soni Eranata alias Ustaz Maaher At-Thuwailibi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengomentari meninggalnya Ustadz Maaher At Thuwailibi alias Soni Ernata atau Djudju Purwantoro di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri pada Senin (8/2) malam.  Novel meminta agar aparat penegak hukum tidak berlebihan dalam menangani perkara yang  bukan extraordinary crime

"Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun. Ustadz Maaher meninggal di rutan Polri. Padahal kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit. Orang sakit, kenapa dipaksakan ditahan? Aparat jangan keterlaluanlah. Apalagi dengan Ustadz. Ini bukan sepele lho" kata Novel Baswedan melalui akun twitter @nazaqista, Selasa (9/2). 

Baca Juga

Mabes Polri telah memberikan penjelasan seputar meninggalnya Ustaz Maaher. Adapun, perkara Almarhum sudah masuk tahap 2 dan sudah diserahkan ke kejaksaan, tapi sebelum tahap 2 yang bersangkutan mengeluh sakit. 

"Kemudian, petugas rutan termasuk tim dokter membawanya ke RS Polri Kramat Jati. Setelah diobati dan dinyatakan sembuh, yang bersangkutan dibawa lagi ke Rutan Bareskrim," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono, Senin (8/2).

Menurut Argo, setelah tahap dua selesai, barang bukti dan tersangka diserahkan ke jaksa, Maaher kembali mengeluh sakit. Lagi-lagi, petugas rutan dan tim dokter menyarankan agar dibawa ke RS Polri, tapi yang bersangkutan tidak mau sampai akhirnya meninggal dunia.

Baca juga : Benarkah Ustaz Maaher Meninggal Karena Disiksa?

"Soal sakitnya apa, tim dokter yang lebih tahu. Jadi, perkara Ustaz Maaher ini sudah masuk tahap 2 dan menjadi tahanan jaksa," terang Argo. 

Sebelumnya, Ustaz Maaher ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah melakukan penghinaan terhadap Habib Luthfi. Dia dijerat Pasal 45 ayat (2) Juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement