REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Kebijakan pemerintah Sri Lanka mengkremasi jenazah Muslim yang terinfeksi Covid-19 menjadi sorotan dunia internasional. Kecaman dan desakan agar kebijakan yang merugikan umat Islam tersebut pun ditujukan kepada Sri Lanka.
Dewan Muslim Inggris (MCB) mengeluh atas kebijakan kremasi di Sri Lanka. Keluhan tersebut telah diajukan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC). Mereka mencap kebijakan kontroversial itu sebagai tindakan yang tidak adil dan diskriminatif.
Sekretaris Jenderal MCB, Zara Mohammed, menggambarkan kebijakan kremasi sebagai hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. “Tidak ada negara lain yang melakukan tindakan tidak adil dan diskriminatif seperti itu. Kami sangat berharap pemerintah Sri Lanka akan mengubah kebijakannya sejalan dengan saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),” kata Zara dalam sebuah pernyataan.
Mitra di Firma Hukum, Bindmans, London, Tayab Ali menggambarkan praktik tersebut sebagai tindakan yang tidak berperasaan. “Klien kami sudah menderita karena kehilangan anggota keluarga yang terkena Covid-19. Sungguh tidak berperasaan bagi pemerintah Sri Lanka untuk menambah kesusahan itu dengan memaksa tubuh orang yang dicintai dikremasi,” ujar dia.
Ali juga meminta UNHRC untuk mengambil tindakan secepatnya setelah menerima laporan pengaduan ini. Setidaknya, UNHRC kata dia dapat mengambil langkah-langkah sementara.
Dilansir Aljazirah, Rabu (10/2), para ahli ilmiah telah menyarankan berbagai tindakan untuk menguburkan jenazah sesuai dengan keyakinan mereka. Namun, pemerintah Sri Lanka mengklaim jenazah Covid-19 akan mencemari air tanah. Beberapa ahli telah membantah klaim tersebut. Mereka menyebut jika lokasi pemakaman direncanakan dengan baik, air tanah tidak akan terpengaruh.
Pada Januari, kelompok ahli yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan Sri Lanka mengatakan menguburkan jenazah Covid-19 diizinkan, sejalan dengan tindakan pencegahan untuk mengurangi pandemi.
Pelapor khusus PBB, telah dua kali meminta pemerintah Sri Lanka untuk mempertimbangkan kembali kebijakan wajib kremasi dalam surat yang dikirim ke pihak berwenang pada Januari tahun ini dan April tahun lalu.
Dalam catatan terbaru mereka, para ahli PBB mengatakan...