REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Twitter telah membukukan rekor pendapatan untuk kuartal terakhir tahun 2020. Pendapatan platform perpesanan sosial tersebut tumbuh 28 persen menjadi 1,29 miliar dolar AS dibandingkan dengan kuartal terakhir tahun 2019.
Pada bulan Januari, Twitter melarang Donald Trump dari platform. Menurut para analis, hal ini dapat berdampak pada bisnis Twitter pada kuartal ini.
"Kami adalah platform yang jelas jauh lebih besar daripada satu topik atau satu akun mana pun," kata CEO Twitter, Jack Dorsey, dilansir BBC, Rabu (10/2).
Hasil kuartal keempat Twitter mengalahkan ekspektasi analis untuk pendapatan dan laba. Sayangnya, capaian ini gagal memenuhi ekspektasi untuk pertumbuhan pengguna.
Pada 8 Januari, Twitter memutuskan untuk menangguhkan akun mantan Presiden AS Donald Trump secara permanen setelah kerusuhan di Washington DC.
Penghapusan pengguna Twitter yang rajin telah memicu kekhawatiran bahwa hal itu dapat memengaruhi popularitas platform untuk kuartal saat ini.
Sebagai tanggapan, Jack Dorsey mengatakan pengguna dapat mengikuti lebih dari 6.000 topik berbeda, menjelaskan bahwa topik tersebut mendorong pertumbuhan. Dia menambahkan bahwa 80 persen pengguna Twitter berada di luar AS.
"Kami memiliki layanan global. Kami juga tidak hanya bergantung pada berita dan politik saja yang mendorong Twitter," kata Dorsey.
Total pengguna aktif harian 'monetisable' Twitter tumbuh sebesar 5 juta dari kuartal ketiga menjadi 192 juta. Meskipun naik 26 persen dibandingkan tahun lalu, angka ini turun di bawah ekspektasi analis 193,5 juta.
Perusahaan memperingatkan bahwa total biaya dan pengeluaran akan naik setidaknya 25 persen tahun ini karena berencana menaikkan jumlah pegawai sebesar 20 persen. Twitter mengakhiri tahun 2020 dengan lebih dari 5.500 karyawan.