Rabu 10 Feb 2021 16:41 WIB

Dunia Pariwisata Terus Diuji Seiring Belum Redanya Pandemi

Penurunan jumlah pengunjung jadi ujian berat penyedia akomodasi maupun transportasi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Imbas Pandemi Corona Perhotelan. Hotel di Kawasan Malioboro, Yogyakarta, Senin (6/4)
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Imbas Pandemi Corona Perhotelan. Hotel di Kawasan Malioboro, Yogyakarta, Senin (6/4)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Banyaknya hotel dan penginapan yang dijual secara daring akibat terkena dampak pandemi menjadi perhatian serius. Peneliti Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Baequni menilai, kondisi ini karena penurunan drastis jumlah wisatawan.

Ia mengatakan, penurunan jumlah pengunjung memang menjadi ujian berat bagi penyedia akomodasi maupun transportasi. Baequni meyakini, hotel-hotel tentu sudah melakukan kalkulasi bisnis memilih dijual, bertahan, atau membuat diversifikasi usaha lain.

Selain penginapan, ia melihat, penyedia jasa transportasi dan usaha tour dan travel mengalami kondisi serupa. Saat ini, tidak cuma banyak hotel yang kosong, bahkan banyak mobil travel yang hanya terparkir dari bus besar hingga mobil rental.

"Tidak bisa bergerak karena tidak ada pesanan yang memungkinkan mereka hadir dan melayani," kata Baequni, Rabu (10/2).

Baequni berpendapat, ini jadi konsekuensi pemberlakuan pembatasan bagi orang-orang untuk bepergian, bahkan karantina di sejumlah destinasi. Semua menahan diri karena perjalanan jauh mengundang risiko penyakit yang belum ditangani secara seksama.

Walau nanti ada kebijakan kelonggaran bagi yang sudah divaksin, ia menilai belum bisa menjadi jaminan bisa memulihkan sektor pariwisata. Sebab, kondisi ini turut menyebabkan penurunan pendapatan calon wisatawan itu sendiri untuk bepergian.

"Sehingga, menahan mereka untuk tidak bepergian karena alasan keuangan yang semakin terbatas dan harus survive," ujarnya.

Bahkan, calon wisatawan yang memiliki dana untuk bepergian akan tetap menahan diri karena lokasi yang dikunjungi belum mampu mengendalikan kasus Covid-19. Sekalipun, lanjut Baequni, pemerintah daerah sudah menelurkan kebijakan protokol kesehatan.

"Minat wisatawan bepergian belum tumbuh karena masih adanya kekhawatiran," kata Baequni.

Menurutnya, perlu dilakukan konsolidasi dari berbagai perusahaan atau pelaku usaha pariwisata dan berkoordinasi dengan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan baru dan inovatif. Sehingga, kegiatan ekonomi dan kesehatan bisa berjalan seiring.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement