REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rahayu Subekti, Antara
Penyebab jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 mulai terkuak. Komite Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan kerusakan di pesawat Sriwijaya Air dengan nomor registrasi PK-CLC.
"Terkait dengan perawatan pesawat udara, investigasi menemukan ada dua kerusakan yang ditunda perbaikannya," kata Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo dalam konferensi video laporan awal investigasi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182, Rabu (10/2).
Meskipun begitu, Nurcahyo menegaskan, penundaan perbaikan merupakan hal yang sesuai dengan ketentuan pemberangkatan di penerbangan. Dia mengatakan perbaikan yang ditunda tersebut wajib memenuhi panduan Minimum Equipment List (MEL).
"Permasalahan itu meskipun ada, pesawat masih bisa terbang selama 10 hari," kata Nurcahyo.
Kerusakan pertama yang ditunda perbaikannya yakni Deferred Maintenance Item (DMI) sejak 25 Desember 2020. Selanjutnya, pada 25 Desember 2020, ditemukan penunjuk kecepatan atau Mach ata Airspeed Indicator di sisi sebelah kanan rusak.
"Perbaikan yang dilakukan belum berhasil dan dimasukan ke dalam daftar penundaan perbaikan kategori C," tutur Nurcahyo.
Nurcahyo menegaskan, sesuai MEL, untuk kategori C penundaan perbaikan boleh sampai 10 hari. Selanjutnya, Nurcahyo mengatakan pada 4 Januari 2021, indikator diganti dan hasilnya bagus sehingga DMI ditutup.
Selanjutnya pada 3 Januari 2021, Nurcahyo mengatakan pilot melaporkan autothrottle yang tidak berfungsi dan dilakukan perbaikan dengan hasil baik. Kemudian pada 4 Januari 2021, autothrottle dilaporkan kembali tidak berfungsi dan ini merupakan kerusakan kedua yang ditunda perbaikannya.
Dia menuturkan, perbaikan autothrottle dilakukan dan belum berhasil sehingga dimasukkan dalam daftar penundaan perbaikan (DMI). Selanjutnya pada 6 Januari 2021, dilakukan perbaikan dengan hasil baik dan DMI ditutup.
"Setelah tanggal 5 Januari 2021 hingga kecelakaan tidak ditemukan catatan adanya DMI di buku catatan perawatan," tutur Nurcahyo.
KNKT menyoroti autothrottle pesawat Sriwijaya Air yang mengalami anomali (penyimpangan atau tidak sesuai). “Saat ini yang kita tahu, autothrottle kiri bergerak mundur. Apakah yang rusak kiri kita belum tahu. Keduanya (kanan dan kiri) menunjukan sikap yang berbeda, mengalami anomali,” kata Nurcahyo.
Throttle pesawat merupakan tuas untuk mengatur tenaga mesin. Dia menuturkan, untuk autothrottle yang kiri juga mundur terlalu jauh, sementara yang kanan sama sekali tidak bergerak atau macet.
Meskipun begitu, Nurcahyo menegaskan, KNKT belum bisa menyimpulkan kondisi autothrottle tersebut yang menyebabkan pesawat jatuh. Begitu juga dengan belum diketahui penyebab autothrottle bermasalah.
“Ini yang kita belum tahu apakah ada kerusakan di autothrottle,” ujar Nurcahyo.
Sebab, Nurcahyo mengatakan, autothrottle berkaitan dengan 13 komponen lain yang terkait di pesawat. Dia menuturkan, KNKT masih perlu melakukan investigasi lain untuk menentukan komponen mana yang menjadi penyebab autothrottle bermasalah.
Meskipun begitu, dari flight data recorder (FDR) yang sudah ditemukan, Nurcahyo mengatakan pada pukul 14.40 WIB, autothrottle tidak aktif. Hal tersebut menyebabkan, sikap pesawat menunduk atau pitch down. Selanjutnya, 20 detik kemudian FDR berhenti merekam data. Pesawat tersebut lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 14.36 WIB.
Hingga saat ini upaya investigasi jatuhnya Sriwijaya Air masih belum tuntas. Sebab Cockpit Voice Recorder (CVR) belum ditemukan.
"Saya belum berpikir sampai kapan CVR bisa dilakukan pencarian. Sepanjang sanggup bisa dilakukan, dibantu dengan Kemenhub, Basarnas, dan tim di Kepulauan Seribu, kami akan terus mencari hingga ketemu,” kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono.
Hingga saat ini, Soerjanto menegaskan belum berpikir CVR pesawat tersebut tidak ditemukan. Dia mengakui, kondisi belum ditemukannya CVR hingga saat ini sangat menyedihkan karena sangat dibutuhkan dalam investigasi untuk membuat kesimpulan penyebab kecelakaan tersebut.
“Kalau tidak ketemu kami belum bisa melakukan kesimpulan apa yang terakhir-terakhir itu, kejadian terakhir sebelum pesawat kecelakaan,” tutur Soerjanto.
KNKT mengharapkan CVR bisa ditemukan dalam kurun waktu yang tidak lama. Pasalnya CVR sangat penting bagi proses investigasi.
“Pengaruhnya signifikan (jika CVR tidak ditemukan) sehingga kami tidak punya data terkait diskusi para pilot, komunikasi keduanya, dan apa yang terjadi di cockpit,” jelas Nurcahyo.
Jika nantinya CVR tidak ditemukan, Nurcahyo memastikan KNKT akan melakukan analisa dari semua data yang dimiliki. Hanya saja, Nurcahyo mengatakan data yang ada di dalam CVR akan sangat membantu dalam investigasi yang dilakukan.
Saat ini, KNKT sudah menentukan koordinat prediksi CVR pesawat tersebut yang diperkirakan masih terendam lumpur. Koordinat tersebut mengacu kepada titik ditemukannya FDR dan Underwater Locator Beacon (ULB) dari CVR dan FDR.
“Pada dasarnya masalah kami adalah cuaca karena saat ini masih musim hujan, di bawah laut visibility (jarak pandang) sangat buruk,” kata Nurcahyo. Untuk itu, Nurcahyo mengatakan pihaknya sudah melakukan upaya untuk menemukan CVR dengan cara membuat garis di dasar laut dan mengkotak-kotakannya sebesar 5x5 meter agar lebih mudah dalam pencarian.
“Sudah membuat garis di bawah laut tentang lokasi-lokasi ini dibuat kotak-kotak 5x5 meter, jadi penyelam akan mencari kotak 1, kemudian ke kotak 2, sampai selesai,” katanya. Ia menambahkan pihaknya juga sudah membawa alat penipu lumpur, tetapi karena ada aliran lumpur dari sungai maka lokasi tersebut kembali tertutup.
Upaya pencarian korban dan puing jatuhnya SJ 182 resmi dihentikan sejak Kamis (21/1). "Mulai Kamis 21 Januari 2021 pada pukul 16.57 WIB, operasi SAR (search and rescue) terhadap kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di perairan Kepulauan Seribu secara resmi, saya nyatakan ditutup atau penghentian,” ujar Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI (Purn) Bagus Puruhito di JICT 2 Jakarta, waktu itu.
Dijelaskan, keputusan tersebut diambil setelah melalui pertimbangan taktis, hasil temuan korban, efektivitas, pertemuan dengan keluarga korban, hingga rapat bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Bagus mengatakan meski dinyatakan penghentian operasi, pihaknya melaksanakan operasi lanjutan yaitu berupa pemantauan dan monitor secara aktif mengenai perkembangan pencarian.
“Bila di kemudian hari ada laporan dari masyarakat yang melihat dan menemukan yang diduga bagian dari korban ataupun korban kepada Basarnas, kami akan merespons untuk menindaklanjuti temuan tersebut,” ujarnya.
Hingga ditutupnya masa pencarian Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri telah menerima sebanyak 324 kantong jenazah dan 264 kantong properti. Hingga 21 Januari, total jenazah yang berhasil diidentifikasi hingga berjumlah 47 korban.
Pesawat Sriwijaya Air nomor register PK-CLC SJ 182 rute Jakarta-Pontianak hilang kontak pada hari Sabtu (9/1) pukul 14.40 WIB, kemudian jatuh di perairan Kepulauan Seribu di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki. Pesawat lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta pada pukul 14.36 WIB. Jadwal tersebut mundur dari jadwal penerbangan sebelumnya pada pukul 13.35 WIB. Penundaan keberangkatan karena faktor cuaca.
Berdasarkan data manifest, pesawat yang diproduksi tahun 1994 itu membawa 62 orang terdiri atas 50 penumpang dan 12 orang kru. Dari jumlah tersebut, 40 orang dewasa, tujuh anak-anak, tiga bayi. Sedangkan 12 kru terdiri atas, enam kru aktif dan enam kru ekstra.