REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Faksi-faksi politik di Palestina, termasuk Hamas dan Fatah, pada Selasa (9/2) sepakat untuk menggelar pemilihan umum tahun ini. Mereka berjanji akan menghormati hasil dari pemilihan tersebut. Demikian pernyataan bersama 14 organisasi politik di Palestina setelah mereka bertemu di Kairo, Mesir.
Hamas, Fatah, dan 12 organisasi lainnya bertemu di Kairo pada 8-9 Februari 2021 untuk mencari titik temu dari berbagai perbedaan yang ada serta menyusun rencana penyelenggaraan pemilihan umum di Palestina. Selama 15 tahun, tidak ada pemilu yang digelar oleh Palestina di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur, karena perbedaan sikap antara Fatah dan Hamas.
Fatah yang mengendalikan Tepi Barat merupakan kelompok politik berpaham nasionalis yang mendukung Presiden Mahmoud Abbas. Sementara Hamasyang menguasai Gaza merupakan kelompok oposisi pemerintah. Dua faksi utama itu bertemu di Kairo, Senin (8/2) untuk mempersiapkan pemilihan anggota parlemen pada 22 Mei dan pemilihan presiden pada 31 Juli 2021.
Pernyataan pers bersama yang disiarkan pada akhir pertemuan, Selasa (9/2), mengatakan dua faksi dan 12 kelompok lainnya, termasuk gerakan Jihad, berjanji akan "mematuhi jadwal" pemilu dan "menghormati dan menerima" hasilnya.
Jihad kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak akan mencalonkan siapapun dalam pemilu tahun ini. Mereka menolak perjanjian damai sementara antara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Israel pada 1990-an.
Jihad juga tidak ikut serta dalam pemilu di Palestina pada 1996 dan 2006. Beberapa pihak ragu pemilu akan terselenggara pada tahun ini.
Banyak warga Palestina meyakini pemilu merupakan upaya Abbas untuk menunjukkan dukungannya terhadap demokrasi kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Abbas berharap dapat memperbaiki hubungan AS dan Palestina di bawah pemerintahan Biden.
Saat AS dipimpin oleh Donald Trump, hubungan AS dan Palestina mencapai titik terendah.
Pengadilan pemilu
Empat belas faksi di Palestina yang bertemu di Kairo sepakat membentuk "pengadilan pemilu", yang hakimnya akan berasal dari Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur. "Lembaga itu akan mengadili seluruh gugatan terkait sengketa hasil pemilu," kata pernyataan bersama para faksi.