Kamis 11 Feb 2021 07:40 WIB

Astra: Perusahaan tak Nikmati Tingginya Harga CPO

Perusahaan sawit mengkritisi kebijakan pajak progresif dari pungutan ekspor CPO.

Perkebunan Kelapa Sawit, ilustrasi
Perkebunan Kelapa Sawit, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan industri perkebunan sawit PT Astra Agro Lestari Tbk. menyatakan tidak semua perusahaan swasta menikmati kenaikan harga minyak sawit (crude palm oil) yang sedang berada di level tinggi. Direktur Utama Astra Agro Lestari, Santosa menjelaskan harga CPO yang kini berada di atas 800 dolar AS per ton ini tidak banyak dinikmati perusahaan karena adanya kebijakan pungutan ekspor CPO dari Pemerintah untuk mendukung program mandatori Biodiesel B30.

"CPO ini ada dua, satu pungutan ekspor dan pajak ekspor. Harga berapa pun kita tidak akan dapat terlalu besar karena adanya pajak progresif dari pungutan ekspor ini," kata Santosa dalam acara "Talk to The CEO" secara virtual, Rabu (10/2).

Baca Juga

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2020, pungutan ekspor CPO berlaku secara progresif, di mana tarif pungutan ditetapkan berdasarkan batasan lapisan nilai harga CPO. Aturan ini mulai berlaku pada 10 Desember 2020.

Ada pun tarif pungutan ekspor CPO sebesar 55 dolar AS per ton bila harganya di bawah atau sama dengan 670 dolar per ton. Pungutan ekspor akan dikenakan 60 dolar per ton bila harga CPO di atas 670 dolar AS per ton hingga 695 dolar per ton.

Lalu pungutan CPO akan menjadi 75 dolar AS per ton bila harga di atas 695 dolar hingga 720 dolar per ton. Pungutan CPO akan kembali naik sebesar 15 dolar untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar 25 dolar per ton.

"Praktis di harga 800 dolar itu, kita enggak akan dapat lebih dari 620 dolar, karena semua sisanya lari ke pemerintah dalam bentuk pungutan ekspor dan pajak ekspor," kata Santosa.

Namun demikian, para pelaku industri sawit mendukung kebijakan pemerintah ini meskipun tidak menikmati keuntungan berlebih dari momentum tingginya harga CPO dunia.

Hal itu karena dana pungutan ekspor CPO yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini akan digunakan dalam mendukung program biodiesel, antara lain insentif subsidi dan peremajaan sawit rakyat (PSR) dalam meningkatkan produktivitas tandan buah segar (TBS).

Selain itu, mandatori B30 berhasil mendongkrak harga CPO dunia karena sebagian besar produksi diserap di dalam negeri lewat program biodiesel.

"Kenaikan harga terbesar justru karena komitmen Pemerintah dari program biodiesel. Kalau sampai program biodiesel tidak berjalan, pasti suplai akan membanjir di minyak nabati global, harganya akan turun," kata Santosa.

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement