Kamis 11 Feb 2021 19:50 WIB

Edhy Buat Perusahaan Kargo Khusus Ekspor Benih Lobster

Hal ini terungkap dalam pembacaan dakwaan terdakwa penyuap Edhy Prabowo, Suharjito.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Edhy Prabowo diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/2/2021). Edhy Prabowo diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo disebut membuat perusahaan kargo khusus untuk melakukan ekspor Benih Bening Lobster (BBL). Hal ini terungkap dalam pembacaan dakwaan terdakwa penyuap Edhy, Suharjito.

"Pada April 2020, Amiril Mukminin atas permintaan Edhy Prabowo mencari perusahaan jasa pengiriman kargo (freight forwarding) yang akan digunakan untuk project ekspor BBL dan didapat perusahaan PT. Aero Citra Kargo (ACK) milik Siswadhi Pranoto Loe," kata jaksa penuntut umum Zainal Abidin dalam sidang pembacaan surat dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (11/2).

Baca Juga

Terdakwa dalam perkara ini adalah Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Amiril Mukminin diketahui sebagai Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo.

"Edhy Prabowo melalui Amiril Mukminin lalu mengubah akta perusahaan dengan memasukkan nama Nursan dan Amir yang merupakan teman dekat dan representasi Edhy Prabowo dalam struktur PT ACK," tambah jaksa KPK.

PT ACK lalu bekerja sama dengan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) dengan pembagian kerja PT PLI yang mengurus seluruh kegiatan ekspor BBL sedangkan PT ACK hanya sebagai perusahaan yang melakukan koordinasi dengan perusahaan pengekspor BBL dan menerima keuntungannya saja. PT. PLI menetapkan biaya operasional pengiriman sebesar Rp350 per ekor BBL dan PT. ACK menetapkan biaya sebesar Rp1.450 per ekor BBL sehingga biaya keseluruhan untuk ekspor BBL adalah sebesar Rp1.800 per ekor BBL.

Biaya itu diterima PT ACK dan dibagi seolah-olah dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham sesuai dengan persentase kepemilikan sahamnya. Yaitu, Nursan selaku komisaris dengan saham sebanyak 41,65 persen, Amri selaku direktur utama dengan saham sebanyak 40,65 persen dan Yudi Surya Atmaja selaku komisaris dengan saham sebanyak 16,7 persen serta PT. Detrans Interkargo dengan saham sebanyak 1 persen.

Pada 11 Agustus 2020, Amiril Mukminin meminta Deden Deni Purnama selaku Direktur PT PLI mengubah komposisi pemegang saham PT ACK karena Nursan meninggal dunia sehingga komposisinya menjadi Achmad Bactiar sebanyak 41,65 persen, Amri sebanyak 41,65 persen dan Yudi Surya Atmaja sebanyak 16,7 persen.

"Di mana Achmad Bachtiar adalah juga representasi Edhy Prabowo melalui Amiril Mukminin sedangkan Yudi Surya Atmaja aalah representasi Siswadi Pranoto Loe," tambah jaksa Zainal.

Pada September - November 2020, PT. DPPP telah melakukan ekspor BBL ke Vietnam sebanyak sekitar 642.684 ekor BBL menggunakan jasa kargo PT. ACK dengan biaya pengiriman seluruhnya Rp940.404.888. Setelah dipotong pajak dan biaya materai kemudian diberikan kepada PT. PLI sejumlah Rp224.933.400 sehingga uang yang diterima oleh PT. ACK adalah sejumlah Rp706.055.440.

Bagian Finance PT ACK bernama Nini pada periode Juli-November 2020 setiap sekali sebulan membagikan uang yang diterima dari PT DPPP dan perusahaan-perusahaan eksportir BBM lain kepada pemilik saham PT ACK seolah-olah sebagai deviden. Yaitu, kepada Achmad Bachtian senilai Rp12,312 miliar; kepada Amri senilai Rp12,312 miliar dan Yudi Surya Atmaja sebesar Rp5,047 miliar.

Uang dari biaya operasional itu lalu dikelola Amiril Mukminin atas sepengetahuan Edhy Prabowo dan dipergunakan untuk membeli sejumlah barang atas permintaan Edhy Prabowo.

Atas perbuatannya, Suharjito diancam pidana dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dapat dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda minimal Rp50 juta maksimal Rp250 juta.

Terhadap dakwaan tersebut, Suharjito tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi), sidang dilanjutkan pada 18 Februari 2021.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement