REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Pemerintah Kongo mengumumkan kematian satu pasien Ebola di Provinsi Kivu Utara, Kamis (11/2). Ini menjadi kematian kedua pekan ini akibat virus mematikan tersebut.
Pernyataan dari Kementerian Kesehatan Kongo dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, seorang wanita 60 tahun meninggal di distrik Biena yang memiliki hubungan dengan seorang wanita yang juga meninggal setelah tertular Ebola.
"Kementerian Kesehatan Kongo telah mengerahkan tim ke daerah tersebut dan melacak lebih dari 100 kontak dari dua wanita di zona kesehatan Biena dan Katwa," tulis pernyataan itu dikutip laman Aljazirah, Kamis.
Direktur regional WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti pada Kamis (11/2) menekankan, bahwa badan kesehatan PBB bekerja dalam koordinasi dengan Pemerintah Kongo untuk mencegah penyebaran penyakit.
Dua kasus Ebola terdeteksi hampir tiga bulan setelah Kongo mengumumkan berakhirnya wabah ke-11 yang jaraknya ratusan kilometer di provinsi barat laut Equateur. Virus ini menginfeksi 130 orang dan menewaskan 55 orang.
Wabah sebelumnya terjadi di wilayah timur yang berlangsung dari 1 Agustus 2018 hingga 25 Juni 2020. Wabag menewaskan lebih dari 2.200 orang, yang terbanyak kedua dalam sejarah penyakit dan paling mematikan di Kongo.
Orang terakhir yang dinyatakan sembuh dari Ebola di Equateur adalah pada 16 Oktober. Penggunaan vaksinasi Ebola yang meluas diberikan kepada lebih dari 40 ribu orang, dan membantu mengekang penyakit tersebut.
Selama setahun terakhir, dua vaksin Ebola telah disetujui dan didistribusikan, termasuk satu dari perusahaan obat Johnson & Johnson yang juga telah memproduksi vaksin Covid-19. Vaksinasi hanya membutuhkan satu kali suntikan dan dapat disimpan pada suhu lemari es biasa.
Munculnya lebih banyak kasus Ebola dapat mempersulit upaya pemberantasan Covid-19, yang telah menginfeksi 23.600 orang dan menewaskan 681 orang di Kongo.
Kampanye vaksinasi Covid diharapkan akan dimulai pada paruh pertama tahun ini. Peter Piot, direktur London School of Hygiene and Tropical Medicines, mengatakan selama pengarahan WHO bahwa tidak ada alasan yang mencegah distribusi dan administrasi vaksin yang efektif untuk Ebola dan Covid-19.
Ebola adalah demam berdarah akibat virus yang menyebar melalui kontak dengan cairan tubuh. Dalam kasus ekstrim, ini menyebabkan pendarahan fatal dari organ dalam, mulut, mata atau telinga.
Tingkat kematian rata-rata dari Ebola adalah sekitar 50 persen tetapi ini dapat meningkat hingga 90 persen untuk beberapa epidemi. Virus penyebab Ebola diyakini hidup di kelelawar.