REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan pembatalan kontrak Garuda Indonesia dengan Bombardier CRJ 1000 merupakan upaya efisiensi. Toto menyebut langkah efisiensi seperti ini juga banyak dilakukan maskapai secara global sebagai imbas dari dampak pandemi.
"Mereka (maskapai) mencoba melakukan renegosiasi dengan lessor supaya armada pesawat bisa diterminasi kontraknya lebih awal. Tujuannya perampingan armada," ujar Toto saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Kamis (11/2).
Toto mendukung sikap Menteri BUMN Erick Thohir dan manajemen Garuda Indonesia yang membatalkan kontrak dengan Bombardier CRJ 1000. Toto menyebut kontrak Bombardier CRJ 1000 sejak awal bermasalah dan dianggap tidak cocok dengan rute yang akan dilayaninya.
"Terbukti kemudian pimpinan manajemen Garuda saat itu bermasalah soal tata kelola perusahaan yang baik," ucap Toto.
Toto menilai keinginan Erick agar Garuda lebih fokus di pasar domestik dan angkutan kargo sudah tepat. Toto mengatakan sektor penerbangan domestik menjadi satu-satunya harapan bagi maskapai lantaran belum pulihnya rute penerbangan internasional di masa pandemi.
"Harapan target penumpang yang bisa dipulihkan segera adalah di sektor domestik," lanjut Toto.
Toto menambahkan, Garuda Indonesia juga harus menggenjot kinerja sektor kargo yang begitu timpang dengan kinerja dari sisi penumpang. Kondisi ini terjadi sejak sebelum pandemi. Toto menilai Garuda perlu mencontoh kinerja Singapore Airlines mampu menyeimbangkan pendapatan dari sisi penumpang dan kargo.
"Laporan beberapa maskapai dunia seperti China Airlines dan Singapore Airlines di masa covid-19 ini menunjukan kinerja hasil operasi kargo yang positif. Jadi wajar saja kalau Garuda juga diminta segera lakukan revitalisasi angkutan kargo," kata Toto.