REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Majelis Wali Amanat Institut Teknologi Bandung (MWA Bandung), Muhammad Sirajuddin Syamsuddin dituding radikal. Prof Din Syamsuddin, sapaan akrabnya dituding terlibat radikalisme oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) ITB. Bahkan, GAR ITB melaporkan Din ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti pun menuding GAR ITS tidak jelas dalam membuat laporan dan menuduh radikalisme ke Din. Mu'ti menegaskan, tuduhan itu jeas salah alamat dan tidak berdasar.
"Saya mengenal dekat Pak Din sebagai seorang yang sangat aktif mendorong moderasi beragama dan kerukunan antar umat beragama baik di dalam maupun luar negeri," ujar Mu'ti kepada Republika di Jakarta, Jumat (12/2).
Dia menyebut, Din adalah tokoh yang menggagas konsep negara Pancasila sebagai Darul 'ahdi wa syahadah alias negara Indonesia berdiri berdasarkan konsensus selama menjabat ketua umum PP Muhammadiyah periode 2005-2010. Karena itu, menurut Mu'ti, laporan radikalisme terhadap Din sangat tidak pantas.
"Semasa menjadi utusan khusus presiden untuk dialog dan kerja sama antaragama dan peradaban, Pak Din memprakarsai dan menyelenggarakan pertemuan ulama dunia di Bogor," ucap guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Dalam pertemuan ulama sedunia di Kota Bogor, menurut Mu’ti, lahir deklarasi Bogor Message yang berisi tentang ajaran Wasatiyah Islama tau Islam yang moderat. Bogor Message disebut sebagai salah satu dokumen dunia yang disejajarkan dengan Amman Message dan Common Word.
Tak hanya itu, Mu'ti menambahkan, Din juga terpilih menjadi moderator Asian Conference of Religion for Peace (ACRP) dan co-president of World Religion for Peace (WCRP). "Tentu masih banyak lagi peran penting Pak Din dalam forum dialog antariman. Jadi sangatlah keliru menilai Pak Din sebagai seorang yang radikal," jelas Mu'ti.
Mu’ti melanjutkan, sebagai akademisi dan ASN, Din Syamsuddin adalah guru besar politik Islam terkemuka. Bahkan, di UIN Jakarta, Din disebut sebagai satu-satunya guru besar hubungan internasional.
"Kalau Pak Din banyak melontarkan kritik (kepada pemerintah) itu adalah bagian dari panggilan iman, keilmuan, dan tanggung jawab kebangsaan," ujar Mu'tif.
Selama ini, Din memang kerap melontarkan kritik tajam ke pemerintah. Din merupakan deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) bersama eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Noermantyo dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Prof Rochmat Wahab.
Menurut Mu’ti, kritik tersebut adalah hal yang sangat wajar dalam demokrasi dan diperlukan dalam penyelenggaraan negara. Sehingga semua pihak hendaknya tidak antikritik yang konstruktif.