REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi PAN DPR, Guspardi Gaus, meminta supaya Gerakan Anti Radikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR ITB) bisa menarik laporan terkait tuduhan radikalisme terhadap Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015, Prof Din Syamsuddin. Dia menyarankan, GAR ITB mengedepankan dialog, alih-alih melaporkan Din tanpa dasar.
"Bukalah ruang diskusi, buktikan rekam jejak dan kecendekiawanan diri beliau. Sehingga, didapatkan informasi yang utuh," ujar Guspardi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (13/2).
Guspardi mengaku siap memfasilitasi pertemuan dan dialog antara GAR ITB dan Din, yang saat ini menjabat sebagai anggota Majelis Wali Amanat (MWA) ITB. Karena itu, salah satu tuntutan GAR ITB adalah mencopot guru besar UIN Syarif Hidayatullah tersebut dari jabatan MWA ITB.
Guspardi merasa, GAR ITB tak perlu melaporkan Din ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Dia mengaku, masih tidak habis pikir atas tuduhan radikalisme terhadap tokoh Muhammadiyah tersebut . Terlebih, tuduhan itu hanya berdasarkan klaim tidak berdasar, keliru, dan cenderung menyesatkan.
"Saya mengenal Din Syamsudin sejak lama. Bukan sekadar, kenal tetapi kami merupakan 'sahabat karib' sejak 1976 saat sama-sama kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Saat masih kuliah kami, dan Prof Azyumardi Azra merupakan aktivis di Senat Fakultas dan Institut," ucap Guspardi.
Dengan latar belakang panjang tersebut, Guspardi menegaskan, sangat mengenal karakter Din. Anggota Komisi II DPR itu menjelaskan, sosok Din sangat jauh dari tuduhan yang dilayangkan oleh GAR ITB. Bahkan, dia menyebut, Din sebagai figur yang sangat gigih dalam memperjuangkan perdamaian dan antiradikalisme di Indonesia maupun dunia. "Kok malah dituduh radikal."
Menurut Guspardi, Din jelas tokoh Islam moderat, karena menggagas konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wasy Syahadah (Negara Kesepakatan dan Negara Kesaksian). Konsep itu kemudian disepakati di Muktamar Muhammadiyah 2015 di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, sebagai pedoman umat Islam guna memahani Indonesia.
Pandangan itu pula, Guspardi melanjutkan, yang kembali diutarakan Din di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir kala konferensi internasional tentang pembaharuan pemikiran Islam. Karena itu, ia menyarankan, seharusnya GAR ITB sebelum melayangkan tuduhan, bisa menelusuri dengan saksama rekam jejak Din yang sangat teruji.
"Beliau tidak saja aktif di Indonesia tetapi juga disegani dunia internasional," ujar anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) Sumatra Barat II tersebut.
Guspardi menambahkan, di kancah internasional pun, Din kerap diamanatkan memimpin organisasi dunia. Di antaranya, menjadi chairman dan moderator di World Peace Forum/WPF, Honorary President World Conference on Religions for Peace (WCRP), dan sampai sekarang masih menjabat Chairman of Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC).
"Dengan reputasi seabrek itu apakah mungkin sosok Din bisa dituduh sebagai orang yang radikalis (di Indonesia)?" kata Guspardi bertanya ke anggota GAR ITB.