REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan tuduhan radikalisme pada Din Syamsudin bisa dianggap sebagai pencemaran nama baik. Dan itu bisa masuk ke ranah pidana.
"Tuduhan itu bisa diduga sebagai pencemaran nama baik dan menyampaikan ujaran kebencian dan ini sudah masuk ranah tindak pidana. Delik pencemaran nama baik diatur dalam KUHP maupun UU ITE," kata Guspardi, saat dikonfirmasi Ahad (14/2).
Respons tersebut ia sampaikan menyusul tuduhan yang dilayangkan oleh Alumni Institusi Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung dalam Gerakan Anti Radikalisme (GAR) dan telah melaporkan Din Syamsuddin kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) karena dianggap telah melanggar kode etik sebagai ASN dengan tuduhan radikalisme.
Ia mengaku heran dengan tuduhan tersebut. Menurutnya tuduhan tidak berdasar, keliru, dan menyesatkan.
Guspardi mengaku mengenal Din Syamsuddin sejak 1976 saat sama- sama kuliah di IAIN Syarif Hidatullah, Ciputat. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut mengetahui persis siapa Din.
"Selama bergaul dengan beliau sampai hari ini saya mengenal betul sosok Din sebagai aktivis dan tokoh yang gigih memperjuangkan perdamaian dan anti radikalisme. Kok malah di tuduh radikal. tidak habis pikir saya sosok Din dituduh semacam itu," ujarnya.
Menurutnya Din merupakan tokoh Islam moderat yang menggagas konsep Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi was Syahadah (Negara Kesepakatan dan Negara Kesaksian) yang kemudian disepakati oleh Muktamar Muhammadiyah 2015 sebagai pedoman umat Islam guna mengisi Negara Pancasila. Gagasan ini juga disampaikannya di Gedung MPR pada 1 Juni 2012 atas undangan Ketua MPR Taufik Kiemas.
"Prof Din juga sering menghimpun para tokoh lintas agama dan berbagai elemen kemajemukan bangsa untuk kerukunan dan kebersamaan," tuturnya.