REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Rajamandala berkapasitas 47 megawatt (MW) yang berlokasi di Cianjur, Jawa Barat, merupakan komitmen PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) dalam mengoptimalkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Beroperasi sejak Mei 2019, pembangkit ini mampu memproduksi listrik mencapai 496 megawatt hour (MWh) per hari dan 181 gigawatt hour (GWh) per tahun.
Sejalan dengan pilar green dalam transformasinya, Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus berupaya meningkatkan penggunaan EBT. Komitmen ini terwujud melalui salah satu anak usaha, PT Indonesia Power (IP), dalam mengelola dan mengoperasikan PLTA Rajamandala.
"PLTA Rajamandala hadir melalui kerja sama antara anak perusahaan PLN, yaitu IP dengan kepemilikan saham sebesar 51 persen dan Kansai Electric Power Corp Japan [KEPCO] sebesar 49 persen yang menjadi PT Rajamandala Electric Power," ujar Direktur Utama Indonesia Power M Ahsin Sidqi, Sabtu (13/2) lalu.
Ahsin menjelaskan, listrik yang dihasilkan dari PLTA Rajamandala turut memperkuat sistem interkoneksi kelistrikan Jawa-Bali. Listrik tersebut dipasok melalui jaringan transmisi bertegangan 150 kilovolt (kV) Cianjur - Cigereleng.
Selain itu, Ahsin menambahkan pasokan listrik dari PLTA ini juga menjadi back up sistem kelistrikan di wilayah Jawa Barat.
"PLTA Rajamandala merupakan PLTA yang menggunakan pipa pesat terbesar di Indonesia dan menggunakan spiral case dengan bahan beton bertulang pertama di Indonesia. Selain itu, PLTA ini juga memiliki waterway yang menggunakan sistem labirin pertama di Indonesia," katanya.
Untuk mewujudkan komitmen 23 persen bauran EBT pada 2025, PLN juga terus berinovasi. Tidak hanya menghadirkan pembangkit EBT baru, PLN juga mendorong penggunaan EBT melalui pembangkit-pembangkit yang sudah ada seperti cofiring biomassa pada PLTU dan konversi mesin PLTD menjadi pembangkit berbasis EBT.