REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman tiga tahun pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Irjen Napoleon Bonaparte. Mantan Kadiv Hubinter Polri itu diyakini telah menerima suap dari terpidana perkara korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra.
"Menuntut dengan pidana penjara selama 3 tahun dengan perintah agar terdakwa ditahan di rumah tahanan," kata Jaksa Junaedi saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/2).
Dalam menyusun tuntutan, jaksa memiliki sejumlah pertimbangan. Untuk hal yang memberatkan, jaksa menilai, perbuatan Napoloen tidak mendukung pemerintah untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, perbuatan jenderal bintang dua itu dinilai merusak kepercayaan masyarakat kepada instusi penegak hukum.
"Sementara hal yang meringankan, terdakwa kooperatif selama peraidangan. Kemudian terdakwa juha baru sekali melakukan tindak pidana," kata jaksa.
Dalam perkara ini, Irjen Napoleon Bonaparte diyakini menerima suap sebesar 200 ribu dollar AS dan 270 ribu dollar AS melalui pengusaha Tommy Sumardi. Suap tersebut bertujuan untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari red notice interpol Polri, karena saat itu Djoko Tjandra masih berstatus DPO dalam kasus hak tagih bank Bali.
Irjen Napoleon didakwa sebagai penerima suap bersama dengan Brigjen Prasetijo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Koordinator Pengawas (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri. Dalam dakwan itu Brigjen Prasetijo disebut menerima uang sebesar 100 ribu dolar AS. Napoleon dianggap telah melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.