REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mengungkapkan saat ini baru 71,4 persen atau 35 dari 49 perusahaan asuransi yang akan melakukan pemisahan unit syariah menjadi perusahaan asuransi syariah yang beroperasi secara penuh. Perusahaan yang memilih spin off ini umumnya karena sudah memiliki modal yang cukup dan memandang prospek bisnis ke depannya akan menjanjikan.
Berdasarkan UU No 40/2014, menurut Direktur Eksekutif AASI Erwin Noekman, spin off merupakan amanat yang harus dijalankan oleh perusahaan asuransi yang memiliki unit syariah. "Spin off pasti terjadi apapun pilihannya," kata Erwin, Senin (15/2).
Apabila perusahaan memutuskan untuk tidak mendirikan perusahaan baru, maka seluruh aset yang ada di unit syariah perusahaab tersebut utamanya tabarru dan juga cadangannya yang ada di dana perusahaan, termasuk ujroh, wajib dialihkan ke perusahaan asuransi syariah yang sudah mendapatkan izin.
Erwin mengatakan spin off ini secara otomatis akan meningkatkan aset perusahaan asuransi syariah sehingga kinerjanya akan lebih fleksibel dibandingkan saat masih menjadi unit. "Begitu pengalihan kami menduga aset idealnya itu minimun ada di angka Rp 120 miliar sehingga mereka akan lebih fleksibel untuk bergerak," tutur Erwin.