Senin 15 Feb 2021 19:17 WIB

Ketua Muhammadiyah: Larang Buzzer tanpa Tebang Pilih   

Muhammadiyah meminta aparat larang aktivitas buzzer oposisi dan pro pemerintah

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad meminta aparat larang aktivitas buzzer oposisi dan pro pemerintah
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad meminta aparat larang aktivitas buzzer oposisi dan pro pemerintah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad, menilai bahwa aktivitas buzzer yang diharamkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bisa memecah belah bangsa. 

Untuk itu, dia menyarankan agar aktivitas buzzer dilarang penegak hukum dengan tidak tebang pilih. 

Baca Juga

Prof Dadang mengatakan, kalau ada kemauan dari pihak penegak hukum, semua buzzer ini dilarang saja agar negara damai sehingga pemerintah bisa menjalankan tugasnya dengan baik, tenang, dan tenteram. 

"Saya kira semua pihak, baik pihak oposisi maupun pihak pemerintah, pihak manapun, harus menghentikan (buzzer) semuanya, jangan lagi dilanjutkan," kata Prof Dadang kepada Republika.co.id, Senin (15/2). 

Sekretaris Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI ini menjelaskan, aktivitas buzzer seperti apapun mengakibatkan suasana menjadi sangat panas dan tidak nyaman. Akibat buzzer, demokrasi hanya ditandai pemilihan umum.      

Akibat buzzer menurunkan kredibilitas demokrasi. Sebab dengan adanya buzzer, orang-orang tidak mau memberikan saran dan tidak mau mengkritik. Karena para buzzer selalu merespons dengan kata-kata yang menyakitkan, menyudutkan, dan melabeli orang lain dengan gelar yang buruk. 

"Padahal dalam demokrasi itu kebebasan berpendapat, itu dijamin negara sebagaimana dalam undang-undang," ujarnya. 

Untuk menghentikan aktivitas buzzer yang diharamkan MUI, Prof Dadang menegaskan, intinya kemauan dari penegak hukum dan jangan tebang pilih. Semua buzzer diberhentikan, jangan dilanjutkan lagi, dan sudahi sampai di sini saja. 

Dia mengajak semua pihak saling memaafkan yang pernah terjadi di masa lalu. Mari berjalan ke depan dengan suasana yang lebih kekeluargaan. 

"Kita ini sebuah bangsa yang perlu persatuan dan kesatuan menghadapi problem yang sangat rumit, seperti pandemi (Covid-19), krisis ekonomi, saya kira ini (masalah bangsa) perlu perhatian yang sangat serius dari semua pihak baik pemerintah maupun orang-orang non pemerintah, cari solusi seperti apa," jelasnya.   

Prof Dadang mengingatkan, jangan sampai bersikap saling menghancurkan. Perbuatan saling menghancurkan itu tidak bagus. 

Sebelumnya MUI mengingatkan kembali aktivitas buzzer di media sosial yang menyajikan informasi hoaks, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan sejenisnya hukumnya haram. 

MUI telah menetapkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Dalam fatwa tersebut, di antaranya membahas mengenai hukum aktivitas buzzer yang haram.    

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement