REPUBLIKA.CO.ID, POSO -- Ribuan penambang dari berbagai daerah di Sulawesi, kini kembali menguasai Dongi-Dongi. Kawasan ini salah satu area bekas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di kawasan konservasi Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).
Umumnya penambang di PETI Dongi-Dongi berasal dari Sulawesi Utara (Sulut), Gorontalo, Sulawesi Barat (Sulbar), Sulawesi Selatan, bahkan sebagian dari Jawa. Terbanyak penambang dari berbagai kota di Provinsi Gorontalo dan Sulut seperti Bolangmongondo, Kotamobagu, Minahasa, dan Minahasa Tenggara (Mitra). Sebagian lagi penambang dari desa-desa di sekitar kawasan Dongi-Dongi seperti Kecamatan Palolo dan Nokilalaki (Kabupaten Sigi) dan Kabupaten Poso.
Para penambang mulai bebas melakukan kegiatan penambangan saat petugas aparat keamanan maupun dari Polhut dari Balai Besar Taman Nasional (TNLL) sudah ditarik dari lokasi. Sebelumnya, lokasi tersebut masih dijaga aparat kepolisian dan Polhut.
Namun sejak Desember 2020, kata seorang penambang, Ede, aparat keamanan maupun petugas Polhut yang ditempatkan di pintu masuk ke lokasi maupun di dalam areal PETI Dongi-Dongi sudah tidak lagi melakukan pengawasan dan penjagaan. Sejak itulah, kata Ede, lokasi PETI Dongi-Dongi yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari jalan raya Palu-Napu di wilayah Dongi-Dongi mulai diserbu para penambang.
"Tadinya masih sedikit penambang dan kebanyakan penambang lokal. Tetapi karena sudah tidak ada aparat yang menjaganya, semakin banyak penambang yang datang," katanya.
Diperkirakan jumlah penambang di lokasi PETI Dongi-Dongi saat ini mencapai 4.000 orang. Areal penambanganpun juga semakin meluas. Jika dulu hanya di kawasan areal sekitar 15 hektare yang dijadikan lokasi penambangan emas ilegal, kini sudah meluas sampai ke kebun kakao milik masyarakat.
P