REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk berkoordinasi dengan jajarannya terkait penerimaan laporan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kepolisian diminta lebih selektif dalam menerima pelaporan pelanggaran UU ITE.
Polisi diminta lebih hati-hati terkait pasal-pasal multitafsir. "Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal UU ITE, biar jelas. Dan Kapolri harus meningkatkan pengawasan agar implementasinya konsisten, akuntabel, dan berkeadilan," ujar Presiden Jokowi dalam rapim TNI-Polri di Istana Negara, Senin (15/2).
Perintah presiden tersebut bukan tanpa alasan. Presiden Jokowi menyadari bahwa aksi saling lapor dengan menggunakan pasal-pasal di dalam UU ITE semakin marak. Pasal karet dianggap memberi peluang kriminalisasi sejumlah tokoh dengan landasan UU ITE.
Presiden pun membuka ruang bagi pemerintah duduk bersama DPR untuk merevisi UU ITE. Jokowi menilai ada pasal-pasal karet yang bisa ditafsirkan secara berbeda oleh setiap individu.
"Kalau UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya, saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi UU ini. Karena di sinilah hulunya. Terutama, menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda. Yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Presiden.
Namun Jokowi tetap memberi catatan bahwa revisi dilakukan dengan tetap menjaga tujuan awal penyusunan UU ITE, yakni menjaga ruang digital Indonesia agar tetap sehat, beretika, penuh sopan santun, serta produktif.
Dalam rapim hari ini, Presiden Jokowi memerintah jajaran TNI-Polri untuk tetap menghormati demokrasi dengan memberi keadilan kepada masyarakat. Aparat, ujar Jokowi, harus menjamin rasa keadilan tetap ada di tengah masyarakat.
"Belakangan ini saya lihat semakin banyak warga masyarakat yang saling melaporkan. Ada proses hukum yang dianggap kurang memenuhi rasa keadilan. Tetapi memang pelapor itu ada rujukan hukumnya. Ini repotnya di sini. Antara lain UU ITE," ujar Jokowi.
Jokowi melanjutkan, pada praktiknya pemanfaatan UU ITE justru menimbulkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat. Kendati tidak menyebutkan secara gamblang, namun pernyataan presiden ini erat kaitannya dengan iklim kebebasan berpendapat di Indonesia.
"Saya paham UU ITE ini semangatnya adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih. Agar sehat. Agar beretika dan agar bisa dimanfaatkan secara produktif. Tetapi, implementasinya pelaksanaannya, jangan justru menimbulkan rasa ketidakadilan," ujarnya.
UU ITE memang kerap digunakan untuk melaporkan kasus-kasus pencemaran nama baik. Terbaru, mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap dugaan pemalsuan sertifikat tanah milik Zurni Hasyim Djalal, yakni Fredy Kusnadi. Fredy sendiri tersandung kasus dugaan mafia tanah yang diungkap Dino Patti Djalal.
Kemudian laporan lain yang memakai dasar UU ITE menimpa Penyidik Senior KPK Novel Baswedan. Novel dilaporkan DPP PPMK atas dugaan ujaran provokasi dan hoaks di media sosial. Laporan tersebut terkait kicauan Novel di Twitter tentang meninggalnya Soni Eranata atau Maaher At-Thuwailibi di Rutan Bareskrim Polri, Senin (8/2) malam.