REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan seluruh jajaran Korps Bhayangkara agar menerjemahkan secara hati-hati terhadap pasal-pasal dalam UU ITE. Sebab, pasal-pasal dalam UU ITE bisa menimbulkan multitafsir.
"Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal Undang-Undang ITE biar jelas," kata Presiden Jokowi dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri 2021, di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/2), yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Senin malam.
Hal ini juga terkait permintaan Jokowi agar Polri lebih selektif dalam menyikapi dan menerima laporan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Saya minta kepada Kapolri, jajarannya lebih selektif, sekali lagi lebih selektif, menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran UU ITE," kata Presiden Jokowi.
Presiden juga meminta Kapolri untuk meningkatkan pengawasan, agar penerapan UU ITE konsisten, akuntabel, dan memberikan rasa adil bagi masyarakat. Menurut Presiden, belakangan ini banyak masyarakat yang saling membuat laporan dengan menjadikan UU ITE sebagai rujukan hukum.
Namun dalam penerapannya, kerap timbul proses hukum yang dianggap beberapa pihak kurang memenuhi rasa keadilan. Kepala Negara mengingatkan UU ITE memiliki semangat awal untuk menjaga ruang digital Indonesia berada dalam kondisi bersih, sehat, beretika, dan produktif.
Karena itu, penerapan terhadap UU ITE tersebut jangan sampai malah menimbulkan rasa ketidakadilan bagi masyarakat. “Negara kita adalah negara hukum yang harus menjalankan hukum yang seadil-adilnya, melindungi kepentingan yang lebih luas, dan sekaligus menjamin rasa keadilan masyarakat," ujar kepala negara.