REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, insentif terkait Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kurang efektif dalam mendorong konsumsi rumah tangga. Sebab, kelompok masyarakat menengah ke bawah yang menjadi sasaran utama insentif ini masih sulit untuk berbelanja akibat pandemi.
Piter mengatakan, insentif PPnBM terhadap kendaraan bermotor sebenarnya berpotensi mendorong tingkat permintaan yang lemah pada masa pandemi. Tapi, rencana yang ditetapkan pemerintah untuk menargetkan masyarakat menengah ke bawah terbilang tidak tepat.
Pandemi menyebabkan aktivitas perekonomian terhambat. Dampak paling besar dirasakan oleh kelompok menengah ke bawah, termasuk melalui Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun kehilangan pendapatan berusaha.
Artinya, Piter mengatakan, sekalipun harga beberapa segmen kendaraan sudah turun, tidak serta merta masyarakat target akan membelinya. "Mereka yang kehilangan pekerjaan dan income, tidak kemudian akan mendapatkan kembali daya belinya ketika PPnBM dihilangkan," katanya dalam diskusi Daya Ungkit untuk Ekonomi Bangkit secara virtual, Selasa (16/2).
Diketahui, pemerintah berencana menurunkan PPnBM untuk kendaraan bermotor pada segmen kendaraan dengan cc kurang dari 1.500 untuk kategori sedan dan 4x2 secara bertahap per 1 Maret 2021. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan industri otomotif dengan local purchase kendaraan bermotor di atas 70 persen.
Piter menyebutkan, insentif PPnBM akan lebih berdampak untuk mendorong konsumsi rumah tangga apabila menyasar pada kelompok menengah ke atas. Sebab, kontribusi mereka terhadap struktur konsumsi mencapai 80 persen. "Pengaruhnya akan sangat besar ke demand," ucapnya.
Apabila nantinya insentif PPnBM diperluas, Piter menekankan, pemerintah tetap harus memperhatikan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), seperti halnya insentif yang akan berlaku bulan depan. Hal ini dilakukan agar industri lokal yang mendapatkan manfaatnya secara signifikan.
Selain itu, Piter menganjurkan, perlakuan insentif ke dua kelompok masyarakat ini dapat dibedakan. Misal, kendaraan di bawah 1.500 cc mendapatkan pembebasan 100 persen, sementara kendaraan yang lebih mewah diberikan potongan 50 persen.
"Agar kelompok menengah ke bawah dan menengah ke atas sama-sama mendapatkan insentif untuk kemudian bisa menjadi pemicu akselerasi pertumbuhan kembali konsumsi, terutama otomotif," katanya.