REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Semakin berkembangnya zaman, saat ini manusia tidur di kasur yang empuk. Ini berbeda dengan zaman Rasulullah. Terkadang, dia tidur di atas tikar, permadani kulit, di atas alas lantai, di atas dipan, atau hanya di atas lantai tanpa menggunakan alas.
Diriwayatkan Bukhari, Abbad bin Tamim meriwayatkan dari pamannya, “Aku lihat Rasulullah tidur telentang di dalam masjid, beliau meletakkan kaki yang satu di atas kaki lainnya.”
Tikar Nabi Muhammad terbuat dari adam, yakni kulit yang telah disamak dan di dalamnya diisi sabut dari kulit pohon kurma. Dia memiliki kain kasar yang dilipat dua kali dan tidur di atasnya. Pernah suatu ketika, kain tersebut dilipat empat kali lalu dia melarangnya. Kemudian dia bersabda,
“Kembalikan kepada kondisinya semula karena sesungguhnya (lipatan empat kali) menghalangiku untuk melakukan shalat malam,” (HR Tirmidzi). Ini menandakan, dia sangat serius dalam Qiyamul Lail sehingga melipat kain sampai empat lipatan saja sudah dianggap terlalu empuk dan mengganggu untuk bangun malam.
Dijelaskan dalam buku Kelengkapan Tarikh Rasulullah oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Rasulullah juga tidur di atas tikar dan berselimut. Dia berkata kepada para istrinya, “Tidaklah Jibril datang kepadaku sementara aku berada di dalam selimut salah seorang di antara kalian kecuali saat aku berada dalam selimut Aisyah,” (HR Bukhari). Bantal Rasulullah terbuat dari kulit dan di dalamnya diisi dengan sabut pohon kurma. Saat ingin tidur, dia berdoa, “Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan aku mati,” (HR Bukhari).
Rasulullah merapatkan tangan lalu meniup kedua telapak tangan dan membaca Qul huwallahu ahad, Qul a’udzu bi rabbil falaq, dan Qul a’udzu bi rabbin naas. Diriwayatkan Bukhari, kemudian dengan kedua tangan yang telah ditiup tadi, dia mengusap seluruh anggota badan yang bisa dia usap. Mulai dengan mengusap kepala, wajah, dan badan bagian depan sebanyak tiga kali.
Sementara posisi tidur Rasulullah, dia miring ke kanan dan meletakkan tangan kanan di bawah pipi kanan. Barulah dia membaca doa, “Ya Allah, jagalah kami dari adzab-Mu saat Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu,” (HR Abu Dawud).
Saat berangkat ke tempat tidur, dia berkata, “Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberi kami makan, minum, kecukupan, dan tempat tinggal. Betapa banyak orang yang tidak memiliki penolong dan tempat tinggal,” (HR Muslim).
Saat dia tidur, yang tidur adalah matanya bukan hatinya. Jika dia tidur, tidak ada orang yang membangunkannya sampai dia bangun sendiri. Ibnul Qayyim berpendapat tidur Nabi adalah tidur yang paling ideal dan cara tidurnya memberikan banyak manfaat. Para dokter mengatakan tidur yang ideal adalah sepertiga waktu dalam sehari-semalam, yakni delapan jam.