Selasa 16 Feb 2021 17:03 WIB

MK Tolak Gugatan Pilkada Kota Surabaya

Dalil yang disampaikan kubu Machfud Arifin-Mujiaman tidak meyakinkan majelis hakim.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Majelis Hakim Anwar Usman
Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA
Ketua Majelis Hakim Anwar Usman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan perkara hasil pemilihan wali kota (Pilwalkot) Surabaya nomor 88/PHP.KOT-XIX/2021 tidak dapat diterima. MK menyatakan pemohon, dalam hal ini pasangan calon nomor urut 2 Machfud Arifin dan Mujiaman, tidak memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan tersebut.

"Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan pembacaan putusan sela, Selasa (16/2).

Baca Juga

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum, Mahkamah berkesimpulan eksepsi termohon dan pihak terkait mengenai kedudukan hukum pemohon beralasan menurut hukum. Hal ini karena jumlah perbedaan perolehan suara pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak, yakni pasangan calon nomor urut 1 Eri Cahyadi dan Armuji, melebihi ambang batas yang ditentukan.

Seharusnya, selisih suara agar dapat mengajukan sengketa hasil adalah paling banyak 0,5 persen atau setara dengan 14.795 suara. Sementara, selisih perolehan suara keduanya sebanyak 145.746 suara atau 13,89 persen, karena Machfud Arifin-Mujiaman memperoleh 451.749 suara, sedangkan Eri Cahyadi-Armuji mendapatkan 597.540 suara.

Anggota majelis hakim MK Manahan Sitompul menjelaskan, selisih perolehan suara melebihi persentase sebagaimana disyaratkan pasal 158 ayat 2 huruf d Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Kemudian, Mahkamah menimbang dalil pemohon yang menyebutkan adanya kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di seluruh wilayah Kota Surabaya oleh Eri Cahyadi-Armuji.

Kecurangan itu adalah keterlibatan Wali Kota  Surabaya Tri Rismaharani dan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan menggunakan program dan kebijakan pemkot untuk memenangkan Eri Cahyadi-Armuji. Namun, dalil permohonan pemohon mengenai pelanggaran tersebut tidak cukup memberikan keyakinan kepada MK untuk menyimpangi pasal soal ketentuan syarat ambang batas selisih perolehan suara.

"Bahwa tidak ada bukti yang dapat meyakinkan Mahkamah bahwa pelanggaran TSM yang didalilkan pemohon berpengaruh pada perolehan suara pasangan calon," kata Manahan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement