REPUBLIKA.CO.ID, DEMAK—Intensitas gelombang pasang yang kembali meningkat di Laut Jawa --dalam sepekan terakhir-- membuat ratusan warga Dukuh/Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah kembali was- was.
Warga khawatir gelombang pasang bakal kembali meghancurkan pemukiman mereka, setelah tanggul penahan gelombang yang berada di lingkungan dukuh tersebut tak lagi berfungsi optimal karena sudah rusak.
Terlebih lagi, gelombang pasang yang terjadi pada periode Desember 2020 hingga awal bulan Februari 2021 ini juga telah merobohkan rumah warga yang kini langsung berbatasan dengan laut lepas. “Akibat gelombang pasang yang terjadi 7 Desember 2020 dan 5 Februari 2021 lalu, sudah ada tujuh rumah yang roboh total akibat dihantam gelombang pasang,” ungkap Ketua RW 01 Desa Bedono, Rusipan melalui sambungan telepon, Selasa (16/2).
Sementara, gelombang pasang tersebut juga telah mengakibatkan sebanyak 33 rumah warga juga mengalami kerusakan di beberapa bagian 11 rumah di antaranya telah rusak parah—dan puluhan rumah warga lainnya kini juga semakin terancam.
Rusipan juga mengungkapkan, lingkungan RW 01 yang terdiri dari enam wilayah RT, separuh lebih wilayahnya telah terdampak oleh gelombang pasang. Masing- masing wilayah RT 03, RT 04 dan wilayah RT 05.“Jika dihitung total warga yang rumahnya kini semakin terancam oleh gelombang pasang di Dukuh Bedono ini jumlahnya mencapai 80 kepala keluarga (KK) atau lebih dari 200 jiwa,” tambahnya.
Rusipan juga menyampaikan, meski tidak ada gelombang pasang, wilayah Dukuh Bedono selama ini merupakan kawasan pemukiman yang selalu ‘tenggelam’ oleh rob saat air laut pasang.
Kini persoalan warga bertambah dengan adanya gelombang pasang. Karena tidak ada talud penahan gelombang, hempasan gelombang pasang tersebut langsung menghantam rumah- rumah warga yang berada di lingkungan Dukuh Bedono tersebut.
Guna menahan gelombang pasang, sebenarnya warga berharap dibangun tanggul penahan di sisi utara wilayah dukuh mereka. Sehingga saat terjadi gelombang pasang tidak langsung menghantam pemukiman warga.
Sebab untuk mengurangi risiko gelombang pasang, warga tidak memiliki kemampuan untuk membangun tanggul secara swadaya. Sebab kemampuan ekonomi warga umumnya juga sangat terbatas karena umumnya merupakan warga berpenghasilan rendah.
Pekan kemarin warga dukuh tersebut memang bergotongroyong membuat tanggul darurat untuk mengurangi dampak gelombang pasang. “Itupun karena kami mendapatkan bantuan batu padas sebanyak tiga dumptruck dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Demak,” jelasnya.
Namun, lanjut Rusipan, warganya tetap was-was. Sebab jika melihat kondisi gelombang pasang yang kembali meningkat tanggul darurat yang telah dibuat warga tersebut juga tidak akan bisa bertahan lama. “Karena tanggul tersebut sifatnya darurat maka konstruksinya pun juga cukup sederhana, yang penting bisa menahan gelombang agar tidak langsung menghantam rumah- rumah warga,” tambahnya.
Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah merilis peringatan dini sehubungan dengan puncak musim penghujan tahun ini. Di mana, sebagian wilayah termasuk sebagian besar Jawa perlu mewaspadai potensi cuaca ekstrim.
Berdasarkan analisis BMKG, kondisi dinamika atmosfer yang tidak stabil dalam beberapa hari ke depan, dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh monsun Asia yang masih mendominasi wilayah Indonesia dan diperkuat oleh aktifnya gelombang Rossby Ekuatorial dan gelombang Kelvin di sebagian wilayah Indonesia.
Selain itu, adanya pusat tekanan rendah di wilayah utara Indonesia dan di Australia bagian utara dapat mempengaruhi pola arah dan kecepatan angin sehingga meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah Indonesia.
Berdasarkan kondisi tersebut, BMKG memprakirakan dalam periode sepekan ke depan curah hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai petir dan angin kencang berpotensi terjadi di sejumlah wilayah.