REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Oposisi pemerintah militer Myanmar mengajak masyarakat menggelar unjuk rasa lebih besar. Hal itu demi menunjukkan klaim kudeta yang dilakukan militer terhadap pemerintahan sah Aung San Suu Kyi mendapatkan dukungan masyarakat adalah bohong.
Oposisi skeptis dengan janji yang disampaikan junta militer pada konferensi pers Selasa (16/2) untuk menggelar pemilu dan menyerahkan kekuasaan pada pemenangnya. Janji itu disampaikan setelah polisi menambah dakwaan baru pada Suu Kyi.
Sejak kudeta 1 Februari lalu militer menahan pemenang Hadiah Nobel itu. Kini ia didakwa melanggar Undang-undang Penanggulangan Bencana Alam. Sebelumnya, ia didakwa mengimpor talkie walkie ilegal. Dalam sidang Suu Kyi berikutnya dijadwalkan digelar pada 1 Maret mendatang.
"Mari berkumpul dalam jumlah jutaan untuk menggulingkan diktaktor," tulis aktivis Myanmar Khin Sandar di Facebook, Rabu (17/2).
Salah satu anggota partai berkuasa National League for Democracy (NLD) yang belum ditangkap militer, Kyi Toe juga mengajak masyarakat menggelar unjuk rasa besar-besaran. "Mari berunjuk rasa massal, mari tunjukkan kekuataan kita melawan pemerintah kudeta yang telah menghancurkan masa depan anak muda, masa depan negara kita," katanya.
Kudeta awal bulan ini memotong masa transisi demokrasi Myanmar. Sejak 6 Februari masyarakat negara Asia Tenggara itu turun ke jalan untuk memprotes kudeta militer.
Kudeta militer juga memicu amarah negara-negara Barat, Washington dan London mengungkapkan kekecewaan mereka atas dakwaan baru terhadap Suu Kyi. Walaupun, sikap Beijing lebih lunak dibandingkan negara-negara Barat tapi duta besar China di Myanmar membantah mendukung kudeta.