REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi masyarakat Sumatra Barat, pakaian seragam berjilbab sudah menjadi identitas sosial sekaligus identitas agama. Ini disampaikan Guru Besar Sosiologi Universitas Andalas (Unand), Prof Nursyirwan Effendi saat Muzakarah Majelis Silatulfikri tentang SKB Tiga Menteri Untuk Apa? yang digelar secara virtual pada Rabu (17/2).
Nursyirwan mengatakan, jilbab sebagai identitas sosial karena sudah menjadi ciri perempuan di Sumatra Barat yang bersuku bangsa Minangkabau sejak dulu. Jilbab sebagai identitas agama karena sudah menjadi implementasi kebudayaan yang berazas adaik basandi syara, syara basandi kitabullah, adaik bapaneh syara balinduang jo syara mangato adaik mamakai.
"Adat dan agama adalah dua sisi dari satu mata uang yang sama dalam menunjukkan ideologi agama Islam, prinsip, perilaku sosial, pedoman nilai budaya, identitas orang Minangkabau," ujarnya.
Ia mengerangkan, jilbab juga menjadi profil dan identitas sosial perempuan Minangkabau sejak masa lalu sampai sekarang. Jilbab sebagai pakaian Muslim bagi perempuan Minangkabau sudah diakomodiasi sejak masa lalu sebagai identitas sosio-religius.
Penggunaan jilbab untuk dunia pendidikan juga telah diterima sebagai pakaian resmi oleh siswa sekolah sejak lama. Secara sosiologis, perempuan atau remaja Minangkabau sudah menjadikan selendang atau penutup kepala atau jilbab sebagai pelengkap utama dalam menandai identitas ketika berinteraksi sosial. Dahulu bernama karuduang atau salendang.
"Sering menjadi penanda, bahwa perempuan Minangkabau tidak sulit untuk menggunakan jilbab di manapun mereka berada di ruang publik. Meskipun banyak juga yang masih belum menggunakannya," ujar Nursyirwan.