REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan menolak pemberian sanksi secara luas terhadap Myanmar menyusul terjadinya kudeta di negara itu.
Berbicara di depan parlemen pada Selasa, Vivian Balakrishnan berharap para tahanan termasuk pemimpin Liga Nasional Demokrasi Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint dapat dibebaskan. Dengan begitu, negosiasi bisa dilakukan dengan dewan militer yang berkuasa, yang merebut kekuasaan pada 1 Februari.
“Ini adalah perkembangan yang mengkhawatirkan. Kami mendesak pihak berwenang untuk menahan diri sepenuhnya,” kata dia seperti dikutip Straits Times, pada Rabu (17/2).
Vivian mengatakan seharusnya tidak ada aksi kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata, dan berharap akan ada resolusi damai. Menurut dia, Partai Suu Kyi telah meraih kemenangan telak dalam pemilihan November dan kudeta itu merupakan kemunduran besar bagi konomi Myanmar.
Balakrishnan beralasan penerapan sanksi luas terhadap Myanmar hanya akan merugikan penduduknya, di mana kemiskinan masih merajalela.
“Kita tidak boleh menerapkan sanksi yang meluas dan digeneralisasikan tanpa pandang bulu karena orang yang paling menderita adalah rakyat biasa di Myanmar,” kata Balakrishnan.
Sebelumnya, Amerika Serikat dan Inggris telah menjatuhkan sanksi kepada Myanmar menyusul kudeta militer terhadap Aung San Suu Kyi. Sejak Senin, sejumlah staf kedutaan besar AS telah meninggalkan Myanmar di tengah potensi meningkatnya kekerasan.