REPUBLIKA.CO.ID, NGANJUK -- Warga korban tanah longsor di Desa Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, mengungkapkan alarm tanda bahaya yang dipasang di lokasi itu rusak sekitar satu tahun lalu. Alat itu belum diperbaiki, sehingga warga tidak tahu akan terjadi musibah.
Muh Rifai, salah seorang warga yang menjadi korban tanah longsor yang terjadi Senin (15/2) mengatakan, beberapa tahun lalu sebenarnya pernah terjadi tanah longsor, dan warga mendengar alarm tanda bahaya. Namun, alat itu kini sudah rusak.
"Pas kejadian alatnya rusak. Satu tahun ini. Jadi, tidak bisa nyala," kata Muh Rifai di Nganjuk, Rabu.
Ia juga tidak mengetahui dengan pasti terkait perbaikan alat tersebut. Yang ia tahu, alat itu dipasang di sekitar perkampungannya, sehingga jika akan terjadi bencana otomatis langsung bekerja.
"Sudah lama rusaknya, sekitar satu tahun. Pasangnya sudah lama. Jadi, ketika akan terjadi longsoran warga mau mengungsi, namun kemarin itu tidak ada (tidak menyala), karena rusak," kata dia.
Sementara itu, Wakil Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi mengakui bahwa petugas memang sebelumnya sudah memasang sejumlah titik Early Warning System (EWS), yang digunakan untuk mendeteksi dini bencana alam. "Di beberapa tempat sebenarnya ada, tapi kemarin itu juga tidak bunyi. Ada yang hilang dan kurang perawatan," kata dia.
Ia mengatakan, alat itu fungsinya otomatis sehingga jika ada bencana alam langsung bisa terdeteksi. Namun, karena tidak berfungsi, akhirnya alat tersebut tidak dapat memberikan informasi peringatan dini kepada masyarakat.
Pihaknya juga menjadikan hal ini sebagai evaluasi, agar tidak terulang lagi dan korban bencana alam bisa dicegah. Terlebih lagi korban manusia. "Nanti pengadaan baru lagi dan ini akan jadi evaluasi," kata dia.