REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Facebook tidak lagi mengizinkan pengguna dan organisasi media di Australia mengunggah tautan berita di media sosial tersebut. Pengumuman itu merupakan reaksi atas rancangan undang-undang yang mengharuskan Facebook membayar setiap berita yang diunggah di platform mereka.
Dalam rancangan undang-undang itu, Facebook harus membayar organisasi media dalam tarif tetap setiap tautan berita yang diunggah di media sosialnya. Wakil Presiden Kemitraan Berita Global Facebook Campbell Brown mengatakan daripada membayar tarif, Facebook tidak lagi mengizinkan pengguna atau media Australia mengunggah tautan berita.
Pengguna Facebook di Australia juga tidak dapat melihat atau membagikan konten berita yang diunggah organisasi berita internasional. Brown mengatakan rancangan undang-undang itu gagal melihat sifat alami hubungan antara Facebook dengan organisasi media.
"Apa yang diajukan dalam rancangan undang-undang di Australia gagal menyadari sifat dasar hubungan platform kami dan penerbit," kata Brown dalam sebuah tulisan yang diunggah di blog Facebook, seperti dikutip United Press International, Kamis (18/2).
"Bertolak belakang dari yang telah disebutkan Facebook tidak mencuri konten berita, penerbit yang memilih membagikan cerita mereka di Facebook, dari mulai menemukan pembaca hingga mendapatkan pelanggan baru dan mendorong pemasukan, organisasi media tidak akan menggunakan Facebook bila tidak membantu mereka," kata Brown.
Pada bulan Agustus lalu, Facebook memperingatkan tidak akan membayar penerbit atau organisasi media untuk konten yang diunggah di jaringan sosial itu. Rancangan undang-undang ini pertama kali diusulkan oleh Komisi Persaingan Usaha dan Konsumen Australia.
Pada awal pekan ini, Google mengumumkan kesepakatan senilai jutaan dolar dengan News Corp. Kesepakatan itu membuat Google dapat menampilkan berita dari media-media milik News Corp.