REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Debut penyutradaraan film pertama dari musisi Sia Furler tidak berujung mulus. Upayanya menghadirkan sinema berjudul Music yang sudah tayang di Amerika Serikat (AS) malah menuai hujatan dari kritikus dan sebagian penikmat film.
Film bercerita tentang Zu (Kate Hudson) dan adiknya yang menyandang autisme bernama Music (Maddie Ziegler). Masalah ada pada peran yang dihidupkan Ziegler, karena banyak pihak mengatakan penggambaran remaja autisme sangat tidak tepat. Lebih dari 55 ribu orang menandatangani petisi Change.org agar dua nominasi dari ajang Golden Globe ke-78 untuk film itu dibatalkan. Dari film Music, ada dua kategori nominasi yakni film musikal/komedi terbaik dan aktris terbaik di film musikal/komedi.
Penggagas petisi, Nina Skov Jensen dan Rosanna Kataja, menjelaskan alasan di balik penentangan. Mereka menyayangkan Sia dan tim produksi membuat ilustrasi peran yang sangat salah bahkan cenderung menjatuhkan penyandang autisme.
Meskipun Sia mengeklaim filmnya sebagai 'surat cinta untuk pengasuh dan komunitas autisme', para penggagas petisi tidak mempercayainya. Visual film disebut memuakkan ditonton dan penuh dengan stereotipe yang tidak tepat.
"Fakta bahwa Music dinominasikan untuk dua kategori Golden Globes menggambarkan pengabaian industri hiburan terhadap inklusivitas dan representasi minoritas," ujar Jensen dan Kataja, dikutip dari laman New York Post, Kamis (18/2).
Mereka menyesalkan Ziegler memerankan penyandang autisme, bukannya aktris yang benar-benar menyandang autisme. Hasilnya adalah seseorang yang meniru penyandang autisme sama persis dengan cara mereka diejek dan ditindas sepanjang hidupnya.
Itu juga memperkuat gagasan bahwa penyandang autisme tidak cukup baik untuk dilibatkan dalam film. Berikut anggapan bahwa kondisi autisme mereka lebih baik digambarkan oleh seseorang yang tidak memiliki konsep seperti apa menjadi autis.
Banyak pihak yang mengecam film terutama berfokus pada 'perlakuan tidak manusiawi' terhadap penyandang autisme dalam film. Direktur Advokasi Autistic Self Advocacy Network, Zoe Gross, menyampaikan hal senada.
Itu sangat bertentangan dengan apa yang diperjuangkan oleh komunitas pemerhati penyandang autisme dan keluarga. "Kami telah berjuang selama beberapa dekade untuk mengakhiri penggunaan pengekangan yang memicu trauma," ujarnya.
Badan amal Inggris, Asosiasi Autisme Nasional, menyebut penampilan Ziegler dan penyutradaraan Sia kasar dan berbahaya. Utamanya, pada adegan yang melibatkan pengekangan dan pengasingan karakter Ziegler, buruk dan mengecewakan.
Berbagai reaksi tersebut akhirnya membuat Sia meminta maaf via Twitter. Dia menyesal karena mendengarkan 'orang yang salah' selama pembuatan film. Dalam wawancara sebelumnya pada Januari lalu, Sia sempat mengungkap alasan mengajak Ziegler.
Pelantun lagu "Chandelier" itu mengatakan tidak dapat mengerjakan proyek penting itu tanpa Ziegler, yang sudah berkolaborasi dengannya dalam berbagai karya. Pada pernyataan terbarunya, Sia memberikan klarifikasi baru.
Dia menyampaikan, Music sama sekali tidak merekomendasikan penggunaan pengekangan pada penyandang autisme, juga tidak memaafkan aksi itu. Dia menyampaikan berbagai metode terapi dan konsultasi menghadapi penyandang autisme.
Tetap saja, penggambaran dalam film serta berbagai visual tetap menuai kritik pedas. Kelompok advokasi autisme, Autisticats, mengulas bagaimana cara film menggambarkan fisik Ziegler sebagai penyandang autisme.
Menurut mereka, performa Ziegler sangat berlebihan. Padahal, sama sekali tidak ada yang salah dengan cara penyandang autisme bergerak atau berekspresi. Akan tetapi, Autisticats tidak menyalahkan Ziegler untuk hal tersebut.
"Seluruh kegagalan ini bukan salahnya. Dia baru berusia 14 tahun saat syuting dimulai. Kesalahan terletak pada Sia dan anggota tim lain dari proyek yang tidak menghentikan ini sebelum menjadi tidak terkendali," kata Autisticats.