REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI meminta informasi secara langsung terkait kematian Soni Eranata atau Ustadz Maaher At-Thuwailibi dari kepolisian pada Kamis (18/2). Kesimpulan yang didapat Komnas HAM tidak ada tindak kekerasan yang dialami Ustadz Maaher selama menjalani penahanan.
"Data yang kami peroleh dari keterangan Kepolisian dan dokter sama, yakni almarhum meninggal karena sakit jadi bukan karena tindakan lain (kekerasan)," ujar Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam di Jakarta, Kamis (18/2).
Hampir satu jam lamanya Komnas HAM menggali informasi terkait meninggalnya Ustadz Maaher selama proses hukum berlangsung. Tim yang dimintai keterangan yakni Tim Cyber Kepolisian dan Kedokteran Forensik dari RS Polri.
"Kami dijelaskan sejak awal, bagaimana proses penangkapan, kemudian bagaimana juga proses sakitnya, penanganan termasuk juga permohonan beberapa tindakan hukum," tutur Anam.
Ihwal proses sakit Ustadz Maaher yang menjadi perhatian publik, Komnas HAM mendapatkan keterangan dan bukti adanya perawatan yang diberikan kepada almarhum selama sakit. "Jadi prosesnya kami tak hanya diberikan penjelasan. Tapi juga ditunjukkan dengan bukti rekam medisnya, termasuk juga metode dan proses medisnya," ungkap Anam.
Termasuk, opini alternatif yang didapat dari luar Kepolisian. "Jadi kami juga menggunakan second opinion, bukan hanya dari Polri, tapi juga dari lembaga medik yang kredibel, yang dipilih atas musyawarah Kepolisian dan keluarga," terang Anam.
Anam menambahkan, dalam pertemuan tersebut Komnas HAM juga mendapatkan keterangan lengkap ihwal riwayat penyakit Ustadz Maaher. Namun, pihaknya tidak bisa membuka hal tersebut ke publik.
Komnas HAM mendapatkan keterangan lengkap (tentang sakit Ustadz Maaher). Namun, informasi tentang tubuh itu haknya yang memiliki tubuh dan keluarga sehingga tak bisa dibuka di publik.
"Yang jelas Komnas HAM dapatkan informasi lengkap," tegas Anam.
Dalam kasus ini, sambung Anam, Komnas HAM-lah yang berperan aktif untuk meminta keterangan. Ia pun memastikan tidak pernah ada permintaan atau aduan terkait penyelidikan kematian Ustaz Maaher
"Ini tak pernah diadukan ke Komnas HAM, statusnya komnas ham aktif mengambil tindakan. banyak kasus di beberapa tempat seperti kasus seperti ini. Oleh karenanya kami meminta keterangan. Penting bagi kita semua bahwa penegakan hukum sesuai dengan HAM," ujar Anam.
Sebelumnya, Ustadz Maaher mendekam dalam tahanan karena dilaporkan atas dugaan penghinaan terhadap Habib Luthfi bin Ali bin Yahya pada November tahun lalu. Ia ditangkap pada Desember 2020.
Pada Senin (8/2) malam, Ustadz Maaher meninggal dunia di rumah tahanan Bareskrim Polri. Kuasa hukum Ustadz Maaher, Djuju Purwantoro mengatakan, pekan lalu almarhum sempat dirawat di RS Polri. Pihak keluarga, kata dia, sempat meminta agar sang ustaz segera dirujuk ke RS Ummi, Bogor.
Keluarga mengakui Ustadz Maaher memiliki riwayat penyakit TB usus. Kakak ipar almarhum, Jamal, meyakini Ustaz Maaher menempati sel yang sangat tidak laik di rubanah sehingga memperburuk kesehatannya.
Menurut dia, Ustadz Maaher, keluarga, dan pengacara sudah meminta kesempatan untuk rawat inap di RS Ummi. Namun, permohonan tersebut tidak kunjung disetujui hingga almarhum wafat.