Jumat 19 Feb 2021 00:09 WIB

Polri Masih Dalami Hukuman Mati Kapolsek Astana Anyar

Wacana sanksi hukuman mati kasus narkoba merupakan kebijakan mantan Kapolri Azis.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan.
Foto: Antara
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain dicopot dari jabatannya, Kapolsek Astana Anyar Kompol Yuni Purwanti Kusuma Dewi juga terancam hukuman mati. Namun, Polri masih mendalami pemberlakuan hukuman mati terhadap Kompol Yuni yang diduga terlibat tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dalam perkara tersebut. 

"Nanti lihat sampai sejauh apa yang bersangkutan, apakah sebagai pengguna, apakah dia sebagai pengedar, nanti kita liat. Memang kalau ancaman bagi anggota Polri yang terlibat sebagai pengedar narkoba, maka ancamannya dipecat," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan, Kamis (18/2).

Sebelumnya wacana sanksi hukuman mati kepada personel Polri yang terlibat kasus narkoba merupakan kebijakan dari mantan Kapolri Jenderal Pol Idham Azis. Menurut Ramadhan, saat ini kasus dugaan penyalahgunaan narkoba Kompol Yuni bersama jajarannya sedang ditangani oleh Bidang Profesi dan Keamanan (Bidpropam). 

Kompol Yuni sendiri sudah dicopot dari jabatannya yang tertulis dalam Surat Telegram Nomor 267/II/KEP./2021 tanggal 17 Februari 2021. "Saat ini Kompol YP dan 11 anggotanya sedang dalam pemeriksaan Bid Propam Polda Jabar. Dan telah dilakukan test urine terhadap yang bersangkutan dan hasilnya positif," kata Ramadhan.

Sebelumnya tim gabungan dari Mabes Polri dan Polda Jabar menangkap Kompol Yuni Purwanti Kusuma Dewi bersama 11 anak buahnya di sebuah hotel di Bandung, Selasa (16/2). Penangkapan Polwan dan jajarannya itu bermula dari pengaduan masyarakat yang disampaikan ke Propam Mabes Polri. Kemudian Propam Mabes Polri menyampaikan ke Propam Polda Jawa Barat dan langsung dilakukan penindakan. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement